JAKARTA, Berita HUKUM - Noes Soediono selaku Pemohon Praperadilan Surat Ketetapan (SK) Polresta Surakarta ke PN Surakarta mengajukan permohonan pengujian ketentuan kasasi dalam UU Mahkamah Agung (MA). Pemohon meminta permohonan kasasi juga dapat dilakukan terhadap putusan praperadilan. Sidang perdana perkara No. 45/PUU-XII/2014 ini digelar Jumat (11/7) di MK.
Sebelumnya, Noes yang mengajukan permohonan praperadilan terhadap SK Polresta Surakarta ke PN Surakarta dengan Nomor Register 01/Pid.Pra./2014/PN.Ska. Permohonan tersebut pun sudah diputus dengan amar putusan menyatakan menolak permohonan Noes. Merasa tidak puas dengan putusan tersebut, Noes berkeinginan untuk mengajukan kasasi. Namun niatnya tersebut terhalang dengan ketentuan dalam Pasal 45A ayat (1) dan Pasal 45A ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf c UU MA.
Ketentuan tersebut mengatur MA dapat mengadili perkara kasasi yang kecuali terhadap putusan tentang praperadilan, perkara pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau diancam pidana denda, dan perkara tata usaha negara yang objek gugatannya berupa keputusan pejabat daerah yang jangkauan keputusannya berlaku di wilayah daerah yang bersangkutan.
Oktryan selaku Kuasa Hukum Pemohon dalam sidang perdana menyatakan ketentuan tersebut merugikan Pemohon. Sebab, Pemohon tidak dapat mengajukan kasasi terhadap putusan praperadilan PN Surakarta. “Pasal-pasal tersebut menurut kami telah melanggar hak-hak konstitusi yang dimiliki oleh klien kami. Karena dalam tataran pelaksanaan hukumnya menghalangi beliau untuk mendapatkan keadilan,” ujar Oktryan.
Untuk itu, Pemohon melalui kuasa hukumnya meminta Mahkamah menyatakan Pasal 45A ayat (1) dan ayat (1) huruf a, b, c UU MA bertentangan dengan UUD 1945. “Menyatakan Pasal 45A ayat (1) dan ayat (1) huruf a, b, c Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2004 bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 24 ayat (1), Pasal 24A ayat (1), Pasal 27 ayat (1), serta Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945,” ujar Rusdianto Matulatuwa yang juga bertindak sebagai kuasa hukum Pemohon.
Saran Hakim
Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams selaku anggota panel hakim memberikan saran kepada Pemohon agar memperbaiki permohonannya. Salah satu perbaikan yang disarankan terletak pada pendalaman kerugian konstitusional yang dialami dan dikaitkan dengan legal standing-nya. “Karena di sini (di permohonan, red) yang dijelaskan itu hanya penerapan norma yang menurut Pemohon merugikan hak konstitusionalnya. Tapi belum secara detail kerugian apa saja yang dialami oleh Pemohon, ini perlu dijelaskan secara rinci,” ujar Wahiduddin.
Selain itu, Wahiduddin juga meminta Pemohon menunjukkan pertentangan norma dalam posita permohonan Pemohon. Sebab, dalam permohonan Pemohon terlihat lebih banyak menjelaskan kekeliruan penerapan norma yang menyebabkan ketidakpastian hukum bagi Pemohon. “Ini mesti dijelaskan pertentangan norma yang ada di dalam positanya nanti, ya. Karena harus dipahami bahwa putusan MK itu bersifat erga omnes, artinya berlaku kepada semua orang. Sehingga kalau pasal itu dikabulkan, itu akan berlaku pada semua orang,” saran Wahiduddin. (mk/Yusti Nurul Agustin/mh/bhc/sya) |