JAKARTA, Berita HUKUM - Wakil Ketua DPR RI bidang Polhukam Fadli Zon mengecam tindakan Kelompok Teroris Bersenjata Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang telah menyandera 1.300 orang Papua sebagai satu tindakan yang tak dapat ditolerir dan mencederai HAM.
"Saya mengecam keras tindakan penyanderaan oleh Kelompok Bersenjata OPM. Apa yang mereka lakukan bukan lagi tindakan kriminal biasa. Melainkan bentuk tindakan terorisme. Sehingga mereka lebih tepat disebut kelompok teroris, daripada kelompok kriminal," katanya dalam rilis yang diterima Parlementaria Senin malam (13/11).
Diketahui, sejak Kamis, 9 November 2017, sekitar 1.300 orang disandera oleh Kelompok Bersenjata di Desa Kimbely dan Banti, Distrik Tembagapura, Jayapura, Papua. Kelompok tersebut diduga bagian dari OPM. Penyanderaan membuat warga tak bisa bergerak, diisolasi dan dilarang keluar dari kampungnya.
Fadli menegaskan, penyanderaan tersebut tak hanya melanggar hukum Indonesia, namun juga mengancam hidup ribuan warga sipil di Papua. Ini semacam test the water dari OPM.
"Pihak Kepolisian dan TNI harus berupaya keras agar para sandera bisa segera bebas. Ini sudah lebih dari empat hari. Tentunya kondisi warga terisolasi sudah mulai kekurangan makanan. Kondisi fisik mereka juga pasti menurun," tegas politisi Gerindra ini.
Dalam kondisi ini, lanjutnya, pihak Kepolisian dan TNI sebisa mungkin menghindari kontak senjata. Utamakan pendekatan persuasif dan preventif. "Namun kita pun harus menunjukkan kedaulatan dan tak didikte oleh kelompok separatis. Masyarakat bertanya-tanya kenapa kejadian ini seperti dibiarkan dan aparat tak bertindak tegas. Masyarakat juga banyak yang menanyakan, mengapa mereka hanya disebut Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) bukan Kelompok Teroris atau Separatis," paparnya.
Lebih lanjut ia menegaskan, harus ada penanganan tegas terhadap OPM dengan cara persuasif, dialog atau cara lain yang diperlukan. Ancaman yang dilakukan oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM) selama ini menunjukkan, seolah-olah Indonesia tak berdaya.
Sebagai Ketua Tim Pemantau Otsus di Papua, saya mengamati, gerakan pro-kemerdekaan Papua dalam tiga tahun ini semakin nyaring. Mereka tak hanya well organized, tapi juga well funded. Hal itu terlihat dari upaya internasionalisasi isu Papua, yang antara lain dimotori oleh United Liberation Movement for West Papua (ULMWP). Mereka aktif mencari basis dukungan di forum internasional. Seperti di Melanesian Spearhead Group (MSG), Pacific Island Forum (PIF), dan bahkan di forum dekolonisasi di the United Nations (UN).
Sebagai Tim Pemantau Otsus Papua DPR RI, ia mengaku, terus menggali perkembangan terbaru. Ia juga menjelaskan, Otsus dibentuk salah satunya agar permasalahan di Papua bisa cepat teratasi. "DPR ingin implementasi Otsus ini dapat memberikan dampak strategis bagi penyelesaian permasalahan politik dan keamanan di Papua. Tak hanya dijalankan sebatas business as usual," mantapnya.
Ia meminta pemerintah jangan menganggap enteng masalah Papua dan segera mengambil langkah ke arah penyelesaian. Jika tindakan penyanderaan didiamkan, maka akan berulang sebagai cara mencari perhatian internasional oleh OPM.(sc/iw/DPR/bh/sya).
|