Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Pemilu    
UU Pemilu
UU Pemilu Tidak Mengatur Kepala Daerah Terpilih Lalu Kena OTT KPK
2017-09-20 07:15:50
 

Forum Legislasi dengan tema : Marak Kepala Daerah di OTT, Sejauh Mana UU No 10/2016 Diterapkan Penyelenggara Pemilu?.(Foto: Istimewa)
 
JAKARTA, Berita HUKUM - Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum tidak mengatur kepala daerah yang terpilih lalu kena Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sehingga kepala daerah itu tetap sah sebagai kepala daerah sampai ada keputusan hukum tetap, atau kepala daerah yang bersangkutan mengundurkan diri.

Hal tersebut disampaikan Anggota Komisi II DPR RI Yandri Susanto terkait banyaknya kepala daerah yang kena OTT KPK tak terkait dengan UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu, dan UU Nomor 10/2016 tentang Pilkada. Apalagi ada 36 kepala daerah status tersangkanya digantung karena tak cukup bukti.

"UU Pemilu tidak mengatur kepala daerah yang terpilih lalu kena OTT KPK. Sehingga kepala daerah itu tetap sah sebagai kepala daerah sampai ada keputusan hukum tetap, atau mengundurkan diri," tegas Yandri dalam dialektika demokrasi 'Marak Kepala Daerah di OTT, Sejauh Mana UU No 10/2016 Diterapkan Penyelenggara Pemilu?' bersama Komisioner Bawaslu Rahmat Bagdja, dan pengamat politik Voxvol Center, Pangi Syarwi Chaniago di Gedung DPR RI, Senayan Jakarta, Selasa (19/9).

Ia mengakui, sulit dalam pemilu tanpa dana yang memadai. Sebab, untuk kampanye Pilkada saja bisa membutuhkan Rp 285 miliar yang digunakan untuk biaya transportasi, akomodasi, kaos, dangdutan, dan kebutuhan lainnya.

"Selain itu masyarakat saat ini sulit bisa menghadiri kampanye tanpa diberi transport. Mengapa? Mereka selalu mengatakan kedatangannya di kampanye itu pakai bensin, meninggalkan pekerjaannya di sawah, ladang, dan sebagainya, yang jika dihitung dalam sehari bisa mendapatkan Rp 100 ribu hingga Rp 150 ribu," papar politisi PAN ini.

Kemudian, apakah transport Rp 100 ribu kampanye itu bisa disebut politik uang?. "Inilah susahnya. Sehingga kita tak bisa menyalahkan calon kepala daerah, tapi juga masyarakat. Makanya, semua harus diperbaiki," ujarnya.

Menurutnya, pemilu langsung itu memang mahal. Karena itu wajar jika kepala daerah ingin mengembalikan modalnya setelah menjabat. "Kan tak cukup pengembalian modal, tapi untungnya mana? Itu manusiawi. Yang penting tidak melanggar hukum. Kalau melanggar, ya konsekuensinya OTT KPK," jelasnya.

Hanya saja dia menyayangkan kenapa KPK tidak mengoptimalkan pencegahan. Sebab, bahaya juga kalau banyak kepala daerah OTT, karena jabatannya akan dijabat oleh Plt (pelaksana tugas). Sedangkan Plt tidak boleh membuat kebijakan strategis.

Konsekuensinya, program pembangunan di daerah tak jalan, sekaligus perekonomian semisal pembangunan infrastruktur jalan, pertanian akan mati. "Perekonomian rakyat berhenti dan merugikan semua," tambahnya.

Apalagi kalau incumbent akan maju lagi, maka pihak yang berkepentingan akan terus mendekati incumbent tersebut. "Ada yang mau menjadi sponsor, membiayai pilkada, dan sebagainya. Maka, di situlah mereka bisa terjebak dan akhirnya kena OTT," ungkapnya.

Dengan demikian kalau banyak kepala daerah yang OTT bisa mengancam perekonomian dan pembangunan daerah. Tapi, Yandri menolak kalau KPK dibekukan. "Solusinya kepala daerah harus hati-hati, dan KPK dibenahi dengan memprioritaskan upaya pencegahan dari pada OTT," pungkasnya.(sc/DPR/bh/sya)



 
   Berita Terkait > UU Pemilu
 
  UU Pemilu Tidak Mengatur Kepala Daerah Terpilih Lalu Kena OTT KPK
  Saya akan Melawan UU Pemilu yang Baru Disahkan ke Mahkamah Konstitusi
  Dewan Optimis RUU Pemilu Selesai April 2017
  Harus Mundur Saat Menjadi Caleg, PNS Gugat UU Pemilu Legislatif
  MK Kembali Tolak Peluang Capres Independen
 
ads1

  Berita Utama
Permohonan Praperadilan Tom Lembong Ditolak, Jampidsus Lanjutkan Penyidikan

Polri Bongkar Jaringan Clandestine Lab Narkoba di Bali, Barang Bukti Mencapai Rp 1,5 Triliun

Komisi XIII DPR Bakal Bentuk Panja Pemasyarakatan Usai 7 Tahanan Negara Kasus Narkoba Kabur dari Rutan Salemba

Pakar Hukum: Berdasarkan Aturan MK, Kepala Daerah Dua Periode Tidak Boleh Maju Lagi di Pilkada

 

ads2

  Berita Terkini
 
Permohonan Praperadilan Tom Lembong Ditolak, Jampidsus Lanjutkan Penyidikan

Hari Guru Nasional, Psikiater Mintarsih Ingatkan Pemerintah Agar Segera Sejahterakan Para Guru

Polri Bongkar Jaringan Clandestine Lab Narkoba di Bali, Barang Bukti Mencapai Rp 1,5 Triliun

Judi Haram dan Melanggar UU, PPBR Mendesak MUI Mengeluarkan Fatwa Lawan Judi

Komisi XIII DPR Bakal Bentuk Panja Pemasyarakatan Usai 7 Tahanan Negara Kasus Narkoba Kabur dari Rutan Salemba

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2