Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
EkBis    
Sawah
Waduh, Benih Padi Asal Tiongkok Mengandung Bakteri Sudah Menyebar
2016-12-18 16:11:04
 

Ilustrasi, Tanaman Padi di sawah.(Foto: BH /sya)
 
BOGOR - Berita HUKUM - Sejumlah pakar pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) menyebut benih Padi hibrida asal Tiongkok yang mengandung bakteri sudah menyebar di pulau Jawa, termasuk persawahan Bogor.

Ketua Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (Faperta-IPB), Dr. Suryo Wiyono, mengatakan benih padi hibrida memang berasal dari program swasembada beras Kementerian Pertanian.

Namun berdasarkan temuan dan kajian lembaga-lembaga terkait, benih padi hibrida dipastikan berbahaya dan rentan merusak hingga mematikan kualitas padi.

"Belum tuntas dengan penyakit pada padi yang lama, kini muncul masalah baru untuk jenis benih padi hibrida. Seperti wereng cokelat. Itu kan menjadi masalah belum selesai. Sementara jenis benih padi hibdrida ini perubahannya sangat cepat sekali. Dalam jangka setahun-dua tahun, sudah membuat produksi padi mandek,: ungkap Suryo kepada Radar Bogor, Jumat kemarin (16/12).

Dia menyebutkan, bakteri yang ditemukan dalam benih padi hibrida itu salah satunya burkholderia glumae. Bakteri ini membuat padi busuk dan tak berisi.

Ini berbanding terbalik dari keterangan resmi Kementerian Pertanian yang menyebut jenis padi hibdrida produksinya lebih tinggi dari benih padi nasional.

"Keterangan resmi itu pun hingga kini belum terbukti, hanya beberapa persen saja. Kami memiliki catatan 2007 hingga 2010, bahwa adanya laporan petani yang gagal panen karena menggunakan jenis benih padi hibrida, pun ada yang berbuah tapi akhirnya gagal panen, lalu yang paling sering adalah banyaknya hama penyakit," tukasnya.

Kondisi itu, lanjut Suryo, sangat berbahaya jika terus dibiarkan. Para petani akan ketergantungan menggunakan benih hibrida.

Pasalnya, turunan padi hibrida tak dapat ditanam kembali atau hanya dapat ditanam satu kali. Sehingga mau tidak mau, pemerintah harus menyediakan benih-benih itu dan membeli lagi kepada produsen di Tiongkok.

Meski begitu, Suryo menegaskan belum ada kajian dampak padi hibrida kesehatan kesehatan manusia yang mengonsumsinya setelah berbuah beras dan diolah menjadi nasi.

"Kan benihnya (yang berbahaya). Selain bakterinya, benih padi hibrida ini harganya lebih mahal daripada benih padi nasional, Rp 40 ribu per kilogram, sementara benih padi nasional Rp 10 ribu hingga Rp 15 ribu per kilogram," tegasnya.

Dia juga mengatakan, banyak pihak yang menyarankan untuk tidak mengimpor benih padi hibrida itu. Ketimbang manfaatnya, mudharat benih asal Negeri Tirai Bambu ini lebih banyak.

"Karena membawa penyakit, produksi jadi tidak signifikan, dan tidak pernah terbukti meningkatkan 20-30 persen," imbuhnya.

Klaim pemerintah benih padi hibrida per hektar bisa menghasilkan 8 ton sementara benih padi nasional hanya 6-7 ton per hektar, sejak 2007 hingga kini diluncurkan, belum pernah terbukti.

"Tentulah sarannya untuk menghentikan impor benih padi hibrida yang rata-rata dari Tiongkok dan India, jika pemerintah mengatakan mungkin saat proses penanaman kurang baik dirawatnya, itu hanyalah pembenaran saja," tandasnya.

Di bagian lain, Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor Ir Siti Nurianty menjamin Bogor bebas dari bakteri benih hibrida. Itu, menurutnya, berdasarkan kajian dan pantauan ketat di persawahan Bumi Tegar Beriman selama ini.

"Bogor dipastikan aman. Hasil (padi) kita baik dari hibrida. Jangan samakan dengan wilayah lain," ujarnya kepada Radar Bogor.

Kata Siti, bibit hibrida mulai digunakan di Bogor sejak pemerintah pusat menggulirkan program swasembada beras beberapa tahun lalu. Kabupaten Bogor sendiri mendapat jatah benih untuk 1.000 hektar. Hasilnya, produktivitas sekitar 12 ton sekali panen.

"Diharapkan dapat meningkatkan produksi. Memang agak mahal, satu kantong Rp 50 ribu ke atas. Benih biasa di kisaran Rp 10 ribu hingga Rp 15 ribu, jauh," jelasnya.

Bibit hibrida diimpor dua BUMN Kementrian Pertanian. Saat ini, di wilayah Indonesia, tidak semua wilayah mendapatkan Hibrida. Adapun sejumlah wilayah memang ditunjuk pemerintah untuk diberikan secara gratis. Namun tidak selamanya benih diberikan secara cuma-cuma.

"Ada juga sistem panen bayar yang digalang swasta beberapa tahun lalu. Nantinya dari hasil benih gratis itu bisa dibelikan benih lain. Kan sudah untung. Selama ini panen tidak pernah masalah di Bogor. Bogor aman dari padi bakteri," jelasnya.

Senanda, pencegahan beredarnya beras dari bibit Hidrida sudah dilakukan Dinas Perindusrian, Perdagaangan, dan Koperasi Kabupaten Bogor. Kepala Bidang Perdagangan Jona Sijabat menyebut hasil beras dari Hidrida di sejumlah wilayah cukup mendominasi pasar.

Kendati demikian, Jawa Barat, khusunya Kabupaten Bogor, aman dari bibit berpenyakit. "Ini masalah bakterinya saya tidak memahami. Tapi setelah koordinasi, Bogor dipastikana aman. Soal penjualan beras hasil hibrida juga dikirim ke Bulog," jelasnya.

Sementera itu, berdasarkan catatan Pemkot Bogor, hama yang menyerang Hibrida tidak pernah terjadi di Kota Hujan. Kepala Dinas Pertanian Kota Bogor Azrin Syamsudin menyebut pasokan padi dari Bulog Darmaga Bogor dan Tanjung Priok Jakarta belum pernah bermasalah dengan bakteri.

"Di sini juga dipastikan tidak ada petani luar (warga negara asing). Warga bogor semua," imbuhnya.

Namun terkait pembenihan, Azrin dengan bangga menyebut petani Kota Bogor menggunakan 15 jenis benih lokal.

Itu pun telah melalui proses panjang. Artinya, tidak asal ditanam di sembarang tempat. "Benih juga harus dicoba di satu lokasi baru disebarkan ke petani," tukasnya.(wi/rp1/d/jpnn/bh/sya)



 
   Berita Terkait > Sawah
 
  Waduh, Benih Padi Asal Tiongkok Mengandung Bakteri Sudah Menyebar
  Cetak Sawah Baru Harus Perhatikan Aspek Teknis
  Lokasi Persawahan Pulau Merbau Juga Akan Dibangun Tanggul Air
  TNI Suport Pencetakan Sawah Baru di Provinsi Gorontalo
  Kejati Lampung Tahan Tersangka Korupsi Cetak Sawah
 
ads1

  Berita Utama
Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

Istana Dukung Kejagung Bersih-bersih di Pertamina: Akan Ada Kekagetan

Megawati Soekarnoputri: Kepala Daerah dari PDI Perjuangan Tunda Dulu Retreat di Magelang

Usai Resmi Ditahan, Hasto Minta KPK Periksa Keluarga Jokowi

 

ads2

  Berita Terkini
 
BNNP Kaltim Gagalkan Peredaran 1,5 Kg Sabu di Samarinda dan Balikpapan

Kasus Korupsi PT BKS, Kejati Kaltim Sita Rp2,5 Milyar dari Tersangka SR

Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

10 Ribu Buruh Sritex Kena PHK, Mintarsih Ungkap Mental Masyarakat Terguncang

Anak 'Crazy Rich' Alam Sutera Pelaku Penganiayaan, Sudah Tersangka Tapi Belum Ditahan

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2