JAKARTA, Berita HUKUM - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (Waket DPR RI) Fadli Zon menilai berbagai kenaikan tarif pengurusan berkas kendaraan bermotor yang mencapai ratusan persen dan pencabutan subsidi listrik bagi 18,7 juta pelanggan rumah tangga golongan 900 VA akan menjadi tambahan beban masyarakat di awal tahun 2017. Itu sebagai bukti jika pemerintah lebih suka mengorbankan masyarakat demi menyelamatkan kepentingannya sendiri. Hal itu diungkapkannya di Jakarta, Kamis (5/1).
"Dalam dua tahun terakhir pemerintah terus-menerus menaikkan tarif listrik tiap memasuki awal tahun. Akhir tahun 2015, misalnya, pemerintah memaksa para pelanggan rumah tangga golongan 900 VA untuk pindah menjadi golongan 1300 VA. Kini, giliran tarif golongan 900 VA mau dinaikkan juga, tak tanggung-tanggung, hingga 123 persen, atau lebih dari dua kali lipat. Meskipun dilakukan secara bertahap hingga Mei 2017 nanti, kenaikan itu akan makin menekan daya beli masyarakat," ujar Fadli Zon.
Dalam penerbitan surat kendaraan bermotor yang naik pada kisaran 100% hingga 233%, menurut Fadli itu sangat fantastis. Ia khawatir pemerintah hanya melihat dari aspek pendapatan negara tanpa memperhatikan dampak ekonomi bagi masyarakat.
"Kita paham jika realisasi pendapatan negara terus-menerus turun. Kalau kita lihat, realisasi pendapatan negara dari penerimaan perpajakan hanya Rp1.283,6 triliun pada 2016, atau sekitar 83,4 persen dari target APBN-P 2016. Meski persentasenya lebih besar dari realisasi penerimaan perpajakan pada 2015, yang mencapai 81,5 persen, namun jangan lupa, realisasi itu disokong oleh kebijakan extraordinary bernama tax amnesty," jelas Fadli.
Dalam perhitungan Fadli Zon, jika tidak menyertakan hasil tax amnesty hingga periode dua, realisasi penerimaan negara dari sektor perpajakan tahun 2016 hanya ada di kisaran 73 persen dari target yang dipatok pemerintah sendiri. Ini tentu saja merupakan lampu merah bagi pemerintah.
"Namun, alih-alih mengkoreksi struktur APBN, terutama mengkoreksi berbagai proyek infrastruktur yang tidak perlu, pemerintah malah berusaha mempertahankan struktur anggaran dengan menggenjot penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dan melalui penghapusan berbagai subsidi untuk rakyat. Ujungnya, daya beli masyarakat akan semakin tertekan, yang pada akhirnya akan menghambat pertumbuhan ekonomi," terang Fadli.
Watum Gerindra ini menegaskan, seharusnya pemerintah lebih mendahulukan penyelamatan ekonomi rakyat sebelum menyelamatkan keuangan negara. Artinya menyelamatkan daya beli masyarakat dulu, supaya perekonomian bisa tumbuh, baru kemudian berusaha memetik hasilnya.
Jika masyarakat diberikan kado pahit seperti pencabutan subsidi, maka jangan berharap perekonomian bisa membaik. "Kalau masyarakat terus-menerus diberi kado pahit, jangan berharap perekonomian kita akan membaik, dan keuangan negara bisa sehat," pungkas Wakil Ketua DPR Korpolkam ini.(hs,mp/DPR/bh/sya) |