JAKARTA, Berita HUKUM - Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra resmi mengajukan gugatan ke Bawaslu RI atas keputusan tidak lolosnya PBB sebagai partai politik peserta Pemilu 2019 mendatang dan berencana menggugat dan memidanakan para komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat ke pihak Kepolisian.
Yusril menolak keputusan KPU dan menuding para komisioner KPU melakukan kesalahan fatal dan tindakan tidak adil untuk menggagalkan PBB sehingga tidak lolos sebagai peserta pemilu 2019.
"Kami lihat setelah proses mediasi dulu dengan Bawaslu, pintu itu (melaporkan ke pihak kepolisian) akan terbuka tentunya, iya dengan memidanakan (ke polisi) itu," ujar Yusril di Gedung Bawaslu RI, Jakarta Pusat, Senin (19/2).
Yusril menilai kegagalan PBB tak lolos sebagai partai peserta pemilu 2019 karena para komisioner KPUD Papua Barat dan KPU Pusat yang tak adil.
PBB dipastikannya akan memberi perlawanan. "Jika KPU mengatakan bahwa mereka siap menghadapi gugatan PBB, maka PBB berkali lipat siap melawan KPU. Bahkan kami juga siap untuk mempidanakan seluruh komisioner KPU jika mereka terlibat dalam konspirasi menggagalkan PBB. Konspirasi ini harus dibongkar," tukasnya.
Hal ini tak lepas dari buntut keputusan KPU yang menyatakan PBB tidak lolos verifikasi di satu wilayah, yakni Kabupaten Manokwari Selatan, Papua Barat karena anggota Dewan Pimpinan Cabang Manokwari, Papua tidak memenuhi kuota minimal.
Padahal, kata Yusril, KPU Papua Barat telah mengumumkan bahwa partainya telah memenuhi syarat kepengurusan di atas 75 persen kabupaten dan kota di provinsi tersebut pada 11 Februari 2018.
Akan tetapi, pada 14 Februari KPUD Papua Barat tanpa alasan yang jelas mengubah status PBB menjadi tidak memenuhi syarat (TMS). Status TMS itulah yang dilaporkan oleh KPUD Papua Barat ke KPU Pusat.
Melihat hasil pleno Papua Barat yang berubah itu, Yusril langsung menginformasikan kepada KPU Pusat tentang perubahan mendadak tersebut.
Akan tetapi, Yusril menilai KPU Pusat selalu berbelit-belit dalam memberikan keputusan hingga pada akhirnya PBB dinyatakan gagal menjadi parpol peserta pemilu 2019.
"Dalam penyidikan dan penyelidikan juga akan kita ungkap, KPU juga kita lihat ada tekanan, mana sih yang enggak ada tekanan dan tidak ada kepentingan politik. Tapi ini ada cara-cara yang tidak fair," kata Yusril.
Yusril sendiri sudah membawa bukti pendukung seperti berita acara yang menunjukan PBB dinyatakan memenuhi syarat di Papua Barat, rekaman video pengumuman, beberapa saksi-saksi serta pemberitaan media lokal.
"Intinya kami menolak keputusan dari KPU kalau PBB tidak lolos di satu kabupaten yaitu Monokwari Selatan, Papua Barat yang berakibat partai ini tidak bisa ikut pemilu," kata Yusril.
Yusril mengungkapkan kerugian yang dialami partainya bukan kali pertama terjadi. Pada tahun 2014, PBB mengalami hal yang sama bahkan mendapatkan nomor urut tanpa pengundian.
"Akhirnya dikasih nomor urut begitu saja dan dikasih nomor terakhir. Sudah dua kali PBB alami hal semacam Ini. Kalau mau jujur, nggak ada parpol yang lolos. Jujur saja, mana ada parpol yang baru punya anggota sampai Kabupaten/Kota. Kenapa itu terus terjadi ke PBB? Kami harus lakukan satu perlawanan, mudah-mudahan Bawaslu bisa menyelesaikan. Kalau tidak, kami bawa ke pengadilan," kata Yusril di Kantor Bawaslu, Jakarta Pusat, Senin (19/2).
PBB pun menggugat Surat Keputusan KPU tentang Penetapan Partai Politik Peserta Pemilu 2019 ke Bawaslu RI.
"Semua dokumen yang kami peroleh, aksi, rekaman video sudah kami siapkan. Intinya, kami menolak keputusan KPU RI yang menyatakan bahwa PBB tidak lolos di satu kabupaten (di Papua Barat), sehingga tidak memenuhi syarat (75 persen kabupaten-kota di satu provinsi)," ujarnya.
Keputusan itu, menurut Yusril, disebut KPU sebagai konsekuensi atas tidak memenuhinya syarat anggota kepengurusan di Papua Barat. Padahal PBB, ujar Yusril, sudah melakukan perbaikan terkait syarat tersebut.
"Tapi KPU setempat tidak memasukkan perbaikan tersebut ke dalam Sistem Informasi Partai Politik (Sipol)," tandasnya.(pmg/tar/inilah/CNNIndonesia/bh/sya) |