JAKARTA, Berita HUKUM - Diskusi Forum Senator Untuk Rakyat (FSuR) yang diselenggarakan oleh Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) kali ini yang mengambil topik dengan tema "Antara Gaduh Putih dan Gaduh Hitam di Kabinet Kerja" dengan Narasumber Nono Sampono sebagai Anggota DPD RI, Herdi Sahradad sebagai Pengamat Sosial Universitas Paramadina, Indra Cahyono sebagai Pengamat Politik, Khalid Zabidi sebagai Sekjen Perhimpunan Kedaulatan Rakyat /KPR.
Teguh Sentosa sebagai pemimpin umum media RMOL saat acara Diskusi, Pemerintah di Kabinet Kerja sejauh ini banyak elemen (latar belakang), dimana Pemerintahan Presiden Jokowi ini bisa dibilang Pemerintahan Pelangi. Kalau dulu saat Pemerintahan zaman SBY itu disebut 'auto-pilot', Namun sekarang disebut 'multi-pilot', ada 'teman' kita yang menyebutnya dengan 'multi Presidensial', karena kita tidak tau siapa sebetulnya memegang kendali," ungkapnya, sebagai narasumber saat sewaktu membuka acara diskusi, di Dua Nyonya, Cikini, Jakarta Pusat pada, Minggu (8/11).
Hilang fokus, Pemerintah ini baru setahun (bisa dikatakan 'Golden Period'). Jadi perlu ada prioritas, kondisinya dewasa ini orang mulai khawatir, Bila ' kegaduhan'semakin mengemuka malahan dapat jadi hilang fokus hingga kurang memperhatikan soal-soal yang substansial yang ramai malahan perdebatan menteri-menteri.
"Perihal yang paling keras terjadi belakangan ini yakni perbedaan pandangan Menko Maritim dengan Menteri ESDM, begitupun RJ Lino selaku Dirut Pelindo II dengan menteri yang sama," ujar Teguh Sentosa, Minggu (8/11).
Tema diskusi yang diusung perihal Gaduh Putih, dan Gaduh Hitam. "Gaduh putih, berorientasi membongkar persoalan, juga berorientasi Mitigasi," beber Teguh.
Maksudnya, apabila ada orang-orang yang paham bahwa, ada praktek kejahatan melalui kebijakan, yang dikenal dengan sebutan 'Criminal Policy'. "Dimana bertereak-tereak supaya tidak terjadi kejahatan, penggarongan yang menggunakan kebijakan negara," ungkapnya.
Sedangkan dari pihak kontra /lawannya, Gaduh Hitam. "Merupakan upaya Agenda (persepsi), dimana sekelompok yang berupaya 'menggarong' tersebut tidak timbul di mata masyarakat. Supaya masyarakat menganggap kegaduhan itu tidak produktif di masyarakat," tambahnya lagi.
Kemudian selanjutnya Nono Sampono, selaku perwakilan anggota DPD RI dari Dapil Maluku mengurai pandangannya saat sesi diskusi, orientasi lebih dari kepentingan daerah, maksudnya diakomodir oleh wilayah.
Namun pasalnya, memang sejauh ini berasa ada tangan-tangan yang bermain "Invisible hand". Baik yang bermain di luar kursi-kursi pemerintahan (aktor-aktor non state), "Patut disadari pula tanpa kehadiran aktor di dunia politik dan ekonomi, di luar state tanpa keterlibatan mereka pasti sulit," jelasnya, yang menyadari bahwa kondisi faktualnya masih terjadi.
,
Demokrasi, kebebasan, kemerdekaan, kegaduhan, bahkan terjadi polarisasi. "Sepanjang itu nanti berinteraksi antara pihak pihak yang ingin mencapai tujuan lebih baik lagi. Ada Persoalan bahwa, ada tangan-tangan Invisible hand . Ini merupakan ciri dari demokrasi yang berjalan," tambahnya, menjelaskan kericuhan (Gaduh Hitam dan Gaduh Putih) itu timbul karena, masing-masing punya agenda dan punya persepsi.
Demokrasi yang tidak bisa dihindari yakni, siapa blok Pemerintah, kemudian lagi siapa yang mengkritik (di luar) Pemerintah. "Itu sah-sah saja. Karena Justru yang kita hindari tidak semua menjurus ke salah satu nya. Kalo ndak bisa 'otoriter'. Selain itu, jika suatu negara meninggalkan jatidiri bangsanya, maka akan mengalami kehancuran," ungkap Nono Sampono.
Beliaupun turut memberi garisbawah sebagai catatan, dimana kalau reformasi ini biasa-biasa saja. Maksudnya pengentasan angka kemiskinan yang merebak di masyarakat belum tercapai. "Yang berbahaya di diri kita adalah 'konflik horizontal'. Jangan coba bermain di politik praktis, khususnya TNI, Polri, maupun Penegak hukum," menurut Nono Sampono.(bh/mnd)
|