SURABAYA, Berita HUKUM - Tim penanganan Flu Burung Riset Center atau Asian Influenza Research Center (AIRC) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, berhasil menemukan vaksin untuk mengatasi penyebaran flu burung pada manusia. Namun pemerintah terkesan lamban, sehingga hasil temuan tersebut belum dikembangkan untuk penanganan warga yang terserang flu burung.
“Sudah selesai kok, tapi belum dikembangkan oleh pemerintah. Saya tidak tahu alasan pemerintah belum mengembangkannya. Padahal jika vaksin itu diteruskan (red : dikembangkan), sangat membantu untuk menanggulangi penyebaran flu burung ke manusia,” tandas Dr C A Nidhom, Ketua AIRC Unair Surabaya, pada Media Mahasiswa Airlangga (kamis 17/01)
Dijelaskan, secara strategis, vaksin yang ditemukan tersebut sengaja diperuntukkan untuk manusia dengan alasan ekonomis. Karena jika membuat vaksin untuk unggas, biayanya akan semakin besar lantaran jumlah unggas di Indonesia berlipat-lipat dibanding jumlah penduduk. Selain itu penyebaran unggas juga merata di seluruh daratan di Indonesia.
“Warganya yang divaksin. Sehingga kebal terhadap penyebaran flu burung dan tidak takut lagi serta bebas pergi ke manapun,” imbuh Dr C A Nidhom.
Flu Burung Varian Baru
Terkait penyebaran flu burung yang terjadi sekitar dua minggu terakhir, dari hasil penelitian AIRC Unair Surabaya, menunjukkan flu burung tersebut adalah jenis varian baru. Bahkan AIRC Unair menduga, varian flu burung tersebut sengaja dimasukkan ke Indonesia oleh orang-orang tertentu untuk kepentingan ekonomi.
“Hasil penelitian tim Unair di Blitar, Lamongan dan sejumlah daerah lainnya di Jawa Tengah menunjukkan virus yang beredar sekarang adalah varian baru. Tapi setidaknya jika vaksin hasil temuan tim Unair dikembangkan oleh pemerintah, paling tidak dapat untuk mengatasi sementara waktu atau bahkan justru bekerja sempurna,” tegas Dr C A Nidhom.
Lebih detil Dr C A Nidhom menjelaskan tentang keberadaan flu burung (H5N1), yang di dunia ini terdiri dari 9 varian. Dan sejak munculnya flu burung pada 2003 lalu, varian yang masuk ke Indonesia adalah varian nomor 2.
Di Indonesia sendiri, dari varian 2 tersebut, terdapat lagi varian 2.1 yang penyebarannya terjadi pada 2003. Kemudian berlanjut menjadi sub varian 2.1.1 yang menyerang ayam.
Namun pada 2005, varian 2 subnya bertambah lagi menjadi sub varian 2.1.2 yang menyerang unggas, babi, kucing dan lainnya. Selanjutnya berkembang dengan sub varian 2.1.3 yang menyerang semuanya, termasuk manusia.
“Untuk virus yang menyebar saat ini, bukan berasal dari Indonesia. Varian masuk dalam 2.3.2 dan asalnya dari China Barat dan Timur. Makanya kami menduga jika varian virus yang menyebar saat ini sengaja dimasukkan dari luar negeri ke Indonesia dengan alasan ekonomi,” ujar Dr CA Nidhom.
Menurut Nidhom, varian virus yang dimasukkan orang dari luar negeri tersebut sebenarnya untuk ayam, tapi bocor dan yang terserang justru bebek. Sehingga tidak dampak ekonominya tidak terlalu parah.
Selain itu juga disampaikan proses penyebaran flu burung yang terjadi akhir-akhir ini. Kemungkinan pertama karena terjadinya migrasi burung secara besar-besaran. Kedua karena kesengajaan import daging dari luar negeri dan lebih parah lagi, jika virusnya yang memang sengaja dimasukkan.
“Kekhawatiran kami saat ini justru virus yang menyerang bebek saat ini justru meloncat menyerang ayam. Padahal secara ekonomis, kebutuhan masyarakat terhadap ayam, jauh lebih besar dari pada bebek,” urai Nidhom.
Karena khawatir terjadi lompatan virus dari yang menyerang bebek dan berpindah menyerang ayam tersebut, Tim AIRC Unair Surabaya, menghimbau masyarakat terutama peternak bebek mengambil langkah yang diperlukan.
Langkah pertama, bebek jangan diberi air dari aliran sungai atau drainase lainnya. Karena kemungkinan penyebaran terbesar virus flu burung yang berkembang saat ini berasal dari drainase air tersebut.
Masyarakat dan peternak dihimbau untuk memberikan minum ke bebek dengan menggunakan air sumur yang disemprot dengan disinfektan. Bahkan disarankan ari minum untuk bebek yang sudah diberi disinfektan tersebut, dicampur atau ditambah dengan air rebusan daun sirih.
“Dari penelitian kami di sejumlah daerah, air minum untuk bebek yang ditambah beberapa tetes rebusan daun sirih, membuat daya tahan tubuh bebek lebih kuat. Karena daun sirih tersebut dapat membersihkan pencernaan bebek,” urai Nidhom.
Sedangkan langkah yang kedua, AIRC Unair Surabaya, menghimbau warga dan peternak untuk tidak angon bebek (menggiring bebek ke sawah) lebih dahulu. Karena air yang akan diminum bebek berasal dari sungai maupun drainase lainnya.(bhc/mm/rat)
|