JAKARTA, Berita HUKUM - Apes benar nasib yang dialami, M Yassin dan Sulaiman. Pasalnya, saat ini dia harus menjadi terdakwa di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Gara-gara dituduh telah melakukan perusakan CCTV.
Padahal CCTV tersebut berada diatas tanah warisan dari orang tuanya. Imbasnya, keduanya dituntut hukuman selama 18 bulan penjara.
"Menurut JPU Mas Diding Eki S para terdakwa terbukti merusak kamera pengintai (CCTV), sesuai Pasal 170 KUHP. Tuntutan tersebut dibacakan dalam persidangan dengan register nomor 60/Pid. B/2020," ujar kuasa hukum para terdakwa dari Kantor Hukum Andri Sikumbang dan rekan, dalam keterangan persnya, Jumat (27/3) malam.
Padahal menurut Advokat Andri, kliennya Yassin dan Sulaiman tidak pernah melakukan tindak pidana seperti yang dituduhkan jaksa.
"Kedua terdakwa dijadikan korban dari pemahaman dan penerapan hukum yang sempit, subjektif dan letterlijk. Tanpa memperhatikan rasa keadilan dan latar belakang permasalahan hukum yang terjadi," ujar Andri dalam pledoinya, pada Senin (23/3) lalu.
Untuk itu kami akan berusaha sekuat tenaga agar keadilan, dan kebebasan bisa diraih oleh Yassin dan Sulaiman, karena kata Andri, kemerdekaan kliennya telah dirampas.
Lucunya imbuh mantan atlet dan juara nasional cabang karate ini, kliennya Yassin dan Sulaiman ditangkap pihak berwajib lantaran berita dugaan pemerasan sebesar Rp1 miliar oleh seorang oknum perwira menengah polisi, yang sempat menjadi viral di sosial media.
Pasca dilaporkan oleh Budianto Tahapary kepada LSM Indonesia Police Wacth. Karena ulah Budianto, imbasnya Yassin dan Sulaiman menjadi terdakwa di PN Jaksel saat ini.
Menurut keterangan Budianto kepada penyidik Polres Jaksel, Yassin dan Sulaiman diduga merusak CCTV di sebuah lahan seluas 495 M2 di Jalan Kuningan Barat Raya No 29 Rt06/03. Kuningan Barat, Mampang Prapatan, Jaksel.
FAKTA PERSIDANGAN
Dalam fakta persidangan menurut Andri, penempatan Pasal 170 KUHP dakwaan tunggal kepada Yassin dan Sulaiman yang diterapkan oleh penuntut umum adalah keliru.
Sebab, secara doktrin yang dianut KUHP di Indonesia. KUHP dibagi menjadi tiga bagian. Yakni, tindak pidana terhadap negara, tindak pidana terhadap masyarakat dan tindak pidana terhadap pribadi.
"Bahwa penempatan Pasal 170 dalam Bab V KUHP. Sebagai delik 'Kejahatan terhadap ketertiban umum', seharusnya dimaknai sebagai tujuan utama perbuatan tersebut, adalah mengganggu ketertiban umum," ungkap Andri seraya menyatakan sehingga kewaiban dari penuntut umum untuk bisa membuktikan perbuatan yang dilakukan para terdakwa, membuat suasana tidak aman.
"Adanya orang yang luka atau mati serta rusaknya barang-barang bukanlah tujuan utama dari Pasal 170 KUHP ini. Melainkan akibat dari perbauatan menggunakan kekerasan secara bersama-sama," kata Andri sambil mencontohkan misalnya menyerang polisi yang bertugas saat melakukan demonstrasi atau merusak fasilitas umum.
"Sangat tidak masuk logika seperti cerita fiksi demi untuk mencari sensasi klien kami harus ditahan untuk kasus sebuah kamera milik pribadi seharga tiga ratus ribu " beber Andri dengan nada penuh tanya.
Ia pun menilai narasi yang dibuat Budianto sehingga timbul berita pemerasan dirinya dengan oknum perwira menengah polisi tersebut hanyalah sebagai bumbu penyedap untuk mengensankan Yassin dan Sulaiman telah melakukan perbuatan pidana skala besar atau nasional dan tidak bisa ditangkap sehingga menarik perhatian publik.
Padahal trik tersebut hanya sebuah upaya kriminalisasi dan propaganda yang tidak manusiawi demi menarik perhatian masyarakat agar kriminalisasi terhadap ahli waris Yassin dan Sulaiman dapat disidangkan dengan tujuan agar pada ahli waris mau berdamai dan menyerahkan tanahnya atau membayar jasanya sebesar Rp11 miliar 250 juta.
INKRAH
Perlu ketahui masyarakat dan dan semua pihak bahwa secara de facto dan dejure tanah dan bangunan sepenuhnya milik ahli waris sesuai putusan pengadilan yang sudah inkrah. Namun, pada saat ini lahan tersebut masih dikuasai Budianto Tahapary beserta kelompoknya tanpa dasar hukum yang jelas.
"Kami bersama ahli waris sudah melayangkan surat kepada Kapolres Jaksel dengan nomor surat 008/ASP/SRT/III/2020 tertanggal 17 Maret 2020 tembusan Kapolri, Kabareskrim, Kapolda dst menunggu waktu yang tepat untuk mengangkat masalah ini secara hukum dengan tegas tanpa kompromi," tukasnya.
Oleh sebab itulah, selaku kuasa hukum terdakwa, Andri berharap majelis hakim PN Jaksel Dr Fahmiroh dalam mengambil keputusan agar mengendepankan hati nurani dan bersikap objektif melihat fakta-fakta persidangan demi sebuah kebenaran yang hakiki. Karena lebih baik membebaskan 1000 orang yang bersalah, daripada menghukum satu orang yang tidak bersalah," pungkasnya.(bh/ams) |