JAKARTA, Berita HUKUM - Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia kembali menggelar sidang uji materiil Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta kerja) terhadap UUD 1945 pada Senin (4/1) dengan agenda Perbaikan Permohonan. Permohonan yang teregistrasi dengan Nomor 108/PUU-XVIII/2020 ini diajukan oleh Ignatius Supriyadi, Sidik dan Janteri berprofesi sebagai Advokat.
Ketiganya menguji Pasal 6, Pasal 17 angka 16, Pasal 24 angka 44, Pasal 25 angka 10, Pasal 27 angka 14, Pasal 34 angka 2, Pasal 41 angka 25, Pasal 50 angka 9, Pasal 52 angka 27, Pasal 82 angka 2, Pasal 114 angka 5, Pasal 124 angka 2, Pasal 150 angka 31, Pasal 151 dan Pasal 175 angka 6 UU Cipta Kerja.
Dalam persidangan yang dipimpin oleh Wakil Ketua MK Aswanto, Sidik mengatakan bahwa pihaknya telah memperbaiki permohonan sesuai dengan nasihat hakim pada sidang pendahuluan. Adapun yang diperbaiki yakni pada bagian kerugian konstitusional, para pemohon memperbaiki dengan menambahkan uraian mengenai kedudukan hukumnya sebagai pembayar pajak. Kemudian, penambahan uraian mengenai klaster pembagian berdasarkan bab pada UU Cipta Kerja dengan uraian kerugian konstitusional para pemohon.
Selain itu, terdapat uraian mengenai hubungan kausalitas antara materi dengan kerugian konstitusional yang dialami atau berpotensi dialami oleh para pemohon. Sementara pada alasan permohonan, para pemohonan menambahkan uraian kesimpulan dari masing-masing pasal yang diuji.
Pada sidang sebelumnya, para pemohon mengatakan bahwa pasal-pasal yang diajukan mengandung rujukan Pasal lain atau ayat yang salah dan juga ada yang memuat materi atau substansi yang tidak jelas dan pasti sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum. Menurutnya, ketidakpastian hukum itu terjadi karena muatan pasal-pasal yang dimohonkan selain merujuk pada pasal atau ayat yang salah dan ambigu.
Lebih lanjut Sidik mengatakan, dalam melakukan pekerjaannya, para Pemohon dalam memberikan jasa hukum kepada kliennya merasa berpotensi mengalami kerugian dengan adanya materi atau substansi yang tidak jelas dan pasti.
Para Pemohon memohon Mahkamah untuk mempercepat proses persidangan dengan alasan peraturan pelaksanaan yang diamanatkan dalam UU Cipta Kerja bersifat lintas sektoral.
Para Pemohon mencatat tidak kurang dari 15 kementerian harus mempersiapkan peraturan pelaksanaan yang diperintahkan dalam UU Cipta Kerja.
Dalam petitumnya, Pemohon meminta Mahkamah menyatakan rujukan dalam pasal-pasal a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai sesuai rujukan yang diajukan oleh para Pemohon.(MK/bh/sya) |