Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Peradilan    
Dokter
Ahli dan Saksi: Dokter Layanan Primer Rugikan Profesi Dokter Umum
Friday 16 Jan 2015 15:19:48
 

Ahli yang dihadirkan pemohon Muhammad Akbar dari Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin (tengah) saat menyampaikan keahliannya dalam sidang Uji Materi UU Pendidikan Dokter, Kamis (15/1) di Ruang Sidang Pleno Gedung MK.(Foto: Ganie)
 
JAKARTA, Berita HUKUM - Sidang Pengujian Undang-Undang (PUU) Pendidikan Kedokteran yang dimohonkan oleh Pengurus Pusat Himpunan Dokter Umum Indonesia (PDIU) terus bergulir. Kamis (15/1), Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang lanjutan perkara No. 122/PUU-XII/2014 itu dengan agenda mendengar keterangan dua orang ahli yang dihadirkan oleh PDUI selaku Pemohon. Keduanya, yaitu Muhammad Akbar dari Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin dan Wawang S Sukarya dari Fakultas Kedokteran Universitas Islam Bandung.

Kedua ahli yang dihadirkan oleh PDUI menyampaikan keahliannya untuk menguatkan dalil PDUI yang pada intinya menggugat ketentuan mengenai eksistensi Dokter Layanan Primer (DLP). Pemohon juga menghadirkan saksi yang mengungkapkan kerugian akibat adanya ketentuan mengenai DLP.

Terkait dalil Pemohon tersebut, Muhammad Akbar yang perbah menjabat sebagai Wakil Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Wilayah Sulawesi Selatan itu mula-mula menyampaikan definisi kompetensi. Bila dilihat dari beberapa definisi tentang kompetensi, Akbar menyimpulkan kompetensi adalam kemampuan yang dimikili untuk melakukan suatu pekerjaan. Terkait dengan kompetensi dokter, Akbar mengungkapkan IDI berperan untuk mempertahankan kompetensi dokter yang memberikan layanan kesehatan. Cara untuk mempertahankan kompetensi tersebut salah satunya dilakukan dengan memberikan uji kompetensi secara reguler selama lima tahun sekali.

Sertifikat lulus uji kompetensi diberikan kepada dokter umum yang telah mengikuti rangkaian uji kompetensi. Tanpa sertifikat kompetensi, dokter umum tidak akan mendapatkan surat tanda registrasi yang digunakan untuk mengurus surat izin praktik untuk melakukan pelayanan di fasilitas pelayanan kesehatan.

Tidak Ada dalam Hierarki

Sementara itu, terkait dengan dalil mengenai DLP, Akbar menjelaskan semua dokter yang mengikuti pendidikan kedokteran menempuh pendidikan di fakultas kedokteran. Lulusan fakultas kedokteran disebut dengan dokter umum. Seiring dengan berkembangnya ilmu kedokteran, munculah cabang-cabang spesialis seperti spesialis penyakit dalam dan spesialis saraf dan lulusannya disebut dokter spesialis.

Sepanjang pengetahuannya dan menilik UU Praktik Kedokteran, Akbar mengatakan surat registrasi sebagai pengakuan kompetensi dokter hanya ada dua yakni kompetensi sebagai dokter atau sebagai dokter umum. �Saya enggak pernah membaca atau mendapatkan ada kalimat kompetensi dokter layanan primer,� ungkap Akbar di hadapan pleno hakim yang dipimpin langsung oleh Ketua MK, Arief Hidayat.

Lebih lanjut, Akbar mengatakan dokter atau dokter umum itulah yang dikembangkan oleh Kementerian Kesehatan dan BPJS untuk bekerja pada fasilitas pelayanan kesehatan primer. Akbar juga menjelaskan mengenai hierarki dalam pelayanan kesehatan yang telah dikembangkan untuk proses rujukan yaitu pelayanan primer, sekunder, tersier. Pada pelayanan primer itulah lulusan fakultas kedokteran mengabdikan ilmunya. �Jadi, sistem rujukan yang kita kenal selama ini ada fasilitas kesehatan primer, ada fasilitas kesehatan sekunder yang diladeni oleh dokter spesialis, dan ada fasilitas kesehatan tersier yang diladeni oleh dokter spesialis. Saya tidak melihat di mana nantinya dokter layanan primer yang konon katanya setara dengan spesialis bertempat di dalam hierarki ini,� tegas Akbar.

DLP Tidak Jelas

Hampir senada dengan Akbar, Wawang menyampaikan DLP tidak jelas definisinya. Wawang juga sulit mengkategorikan DLP sebagai dokter spesialis atau dokter umum. Sebab, surat registrasi sebagai syarat praktik dokter hanya dikeluarkan untuk dokter dan dokter spesialis. Terlebih, surat tanda registrasi tersebut hanya akan diterbitkan berdasarkan ijazah. Bila pada ijazah dinyatakan sebagai dokter spesialis, maka pada surat tanda registrasi akan ditulis sebagai spesialis tertentu sesuai bidangnya. Sedangkan, DLP tidak ada ijazahnya. Sebab, DLP di Indonesia sebetulnya merupakan dokter yang memberikan pelayanan pertama dan kemudian merawatnya atau memberi rujukan bila tidak bisa menangani (primary care decision).

Dokter Umum Khawatir

Sementara itu, Pemohon juga menghadirkan Muhammad Ardiansyah yang sehari-hari bekerja sebagai dokter di fasilitas pelayanan primer yaitu di rumah sakit maupun di tempat praktik dokter. Ardiansyah menjelaskan bahwa tugasnya sehari-hari adalah melakukan interpretasi klinis terhadap pasien yang dapat berupa pemeriksaan labolatorium sederhana hingga menjatuhkan diagnosa. Namun, bila tidak interpretasi klinis sudah tidak sesuai dengan kompetensinya, Ardiansyah mengaku akan merujuk kepada dokter spesialis di layanan sekunder.

Terkait dengan ketentuan mengenai DLP, Ardiansyah selaku dokter umum mengaku merasa dikesampingkan kompetensinya. Sebab, untuk memperoleh gelar DLP, Ardiansyah dan rekan sejawatnya harus menempuh pendidikan lagi selama dua tahun. Ardiansyah bahkan merasa pendidikan dua tahun untuk memeroleh gelar DLP sia-sia sebab nantinya mereka akan bekerja di layanan primer, sama seperti dokter umum.

Ardiansyah juga merasa khawatir profesinya akan tidak bisa menyokong perekonomian keluarganya. Sebab, hanya DLP-lah yang dapat bekerja sama dengan PBJS. �Jaminan Kesehatan Nasional keluar peraturan bahwa yang bisa bekerja sama dengan BPJS yang gratis dan ada klaimnya dalam soal ekonomihanyalah yang sudah DLP. Sementara kami dokter umum tidak bisa apa-apa. Tidak ada artinya selama ini kami (dokter umum, red) sekolah,� tutur Ardiansyah khawatir.(YustiNurulAgustin/mk/bhc/sya)



 
   Berita Terkait >
 
 
 
ads1

  Berita Utama
Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

Istana Dukung Kejagung Bersih-bersih di Pertamina: Akan Ada Kekagetan

Megawati Soekarnoputri: Kepala Daerah dari PDI Perjuangan Tunda Dulu Retreat di Magelang

Usai Resmi Ditahan, Hasto Minta KPK Periksa Keluarga Jokowi

 

ads2

  Berita Terkini
 
BNNP Kaltim Gagalkan Peredaran 1,5 Kg Sabu di Samarinda dan Balikpapan

Kasus Korupsi PT BKS, Kejati Kaltim Sita Rp2,5 Milyar dari Tersangka SR

Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

10 Ribu Buruh Sritex Kena PHK, Mintarsih Ungkap Mental Masyarakat Terguncang

Anak 'Crazy Rich' Alam Sutera Pelaku Penganiayaan, Sudah Tersangka Tapi Belum Ditahan

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2