JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Sejumlah aktivis LSM pemerhati lingkungan hidup yang merupakan gabungan dari Greenpeace, Walhi, KKI WARSI, dan Wahana Bumi Hijau (WBH), menemui Menteri Kehutanan (Menhut) Zulkifli Hasan. Kedatangan mereka tersebut untuk memberikan bukti serta fakta-fakta penghancuran hutan Indonesia yang diduga dilakukan perusahaan Asia Pulp and Paper (APP).
Pertemuan dengan Menhut Zulkifli Hasan itu, berlangsung di gedung Kementerian Kehutanan (Kemenhut), Jakarta, Rabu (23/11). Sebelum tiba di sana, para aktivis dengan menggunakan lima motor 'Mata Harimau' sempat berputar-putar di jalan-jalan Jakarta.
Keberadaan mereka di jalan, cukup menyita perhatian masyarakat. Hal ini karena motor trail besar serta kostum yang digunakan para pengendara motor yang menggunakan kostum harimau berwarna kuning dengan loreng hitam. Dengan moter serta kostum tersebut, mereka menggunaka untuk keliling Pulau Sumatera untuk mencari bukti kondisi kerusakan hutan.
Sementara di gedung Kemenhut, data serta dokumentasi diserahkan langsung kepada Menhut Zulkifli Hasan. Sang menteri pun menyambut baik serta menerima seluruh dokumen serta data tersebut. Bahkan, usai menerima mereka, Zulkifli sempat melihat sepeda motor serta sempat menungganginya sebentar. "Kalau ada perusahaan yang masuk taman nasional, pasti langsung saya tangkap," kata Zulkifli dengan nada tinggi.
Setelah menemui Menhut Zulkifli Hasan, para aktivis akan melanjutkan perjalanan ke kantor Sekretaris Negara. Namun, mereka gagal menemui Mensesneg Sudi Silalahi. Pasalnya, ia tak berada di tempat, karena harus ikut delam rombongan Presiden SBY yang akan menggelar hajatan di Istana Cipanas, Cianjur, Jawa Barat.
Aktivis ini hanya diterima Deputi Bidang Hubungan Kelembagaan dan Kemasyarakatan Negara Yoseph Indrajaya. Mereka pun menitipkan data serta dokumen untuk diserahkan kepada Mensesneg Sudi Silalahi. Lalu, mereka melanjutkan perjalanannya untuk menemui Menteri Lingkungan Hidup, dan Satgas Pemberantasan Mafia Hukum.
Sebelum melakukan perjalanan tersebut, juru kampanye hutan Greenpeace Zulfahmi mengatakan, maksud penyerahan data serta dokumen berisi bukti serta fakta penghancuran hutan tersebut, agar pemerintah melakukan tindakan tegas terhadap perusahaan perusak hutan. “Enam bulan setelah moratorium izin baru untuk pembukaan hutan diberlakukan, ternyata perusakan hutan masih terjadi,” jelasnya.
Salah satu perusahaan yang masih melakukan tersebut, lanjut dia, adalah Asia Pulp and Paper (APP). Perusahaan ini meremehkan komitmen Presiden SBY dengan terus membabat hutan alam dan hutan lahan gambut. "Dokumentasi fakta yang kami kumpulkan selama perjalan ‘Tur Mata Harimau’ pada Oktober lalu, yang terjadi di Riau, Jambi, dan Sumatera Selatan secara gamblang menunjukkan hal tersebut," tandasnya.
Sementara itu, juru kampanye hutan Walhi, Deddy Ratih menyatakan bahwa hutan Indonesia berada di ujung kepunahan, termasuk keanekaragaman hayati penting lainnya. Saat ini hanya sekitar 400 ekor harimau Sumatera yang hidup di alam liar. “Pemerintah Indonesia harus tegas, karena lebih dari satu juta hektar hutan Indonesia hancur setiap tahunnya. Bencana ekologi siap menerjang,” imbuh dia.(tnc/wmr)
|