JAKARTA, Berita HUKUM - Mahasiswa Pancasila (MAPANCAS) Dewan Pimpinan Daerah Kabupaten Bandung mengajukan gugatan terhadap ketentuan Pasal 23A ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2014 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2015 (UU APBN 2015). Gugatan tersebut dilayangkan karena Mapancas menganggap telah terjadi penyalahgunaan utang negara lewat pasal tersebut. Sidang perdana perkara nomor 91/PUU-XIII/2015 ini digelar pada Selasa (18/8) lalu, di Ruang Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi (MK).
Mewakili rekan-rekannya, Tatang Gunawan yang merupakan Sekretaris DPD Mapancas Kabupaten Bandung menyampaikan pokok-pokok permohonan di hadapan Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna selaku ketua Panel Hakim. Tatang menyampaikan Pasal 23A UU APBN 2015 terkait langsung dengan keberadaan PT Sarana Multi Infrastruktur (PT SMI). Pasal 23A UU APBN 2015 menyatakan ‘Seluruh investasi pemerintah dalam Pusat Investasi Pemerintah dialihkan menjadi penambahan penyertaan modal negara Republik Indonesia pada PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero)’. Sedangkan PT SMI merupakan perusahaan pembiayaan infrasutruktur dan merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memfasilitasi pembiayaan infrastruktur, melakukan kegiatan pengembangan proyek dan melayani jasa konsultasi untuk proyek-proyek infrastruktur di Indonesia.
Keberadaan PT SMI menurut Mapancas telah menginjak hukum sekaligus melakukan konspirasi kejahatan korporat yang sistematik, terencana, dan masif. Kejahatan tersebut dikarenakan PT SMI telah menggunakan utang luar negeri Indonesia untuk kepentingan bisnis PT Indonesia Infrastruktur Finance (PT IIF) yang sahamnya mayoritas dimiliki asing.
“Dengan kata lain bahwa PT SMI telah menggunakan utang luar negeri Rpublik Indonesia untuk kepentingan bisnis institusi-institusi asing di Republik ini. Jika pasal a quo diberlakukan, maka PT SMI akan menjadi entitas yang akan menjadi penerima pertama manfaat ekonomi sekaligus penikmat hasil pertama dari ketentuan a quo. Dan jika pasal a quo diberlakukan, maka jelas kami dirugikan dan/atau berpotensi dirugikan karena itu akan memberi ruang bagi PT SMI untuk melakukan penginjakan hukum selanjutnya yang lebih dahsyat lagi di Republik ini. Penginjakan hukum demi kepentingan bisnis institusi-institusi asing,” tegas Tatang.
Oleh karena itu, Pemohon meminta Mahkamah untuk menyatakan Pasal 23A UU APBN 2015 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Saran Hakim
Usai mendengarkan keterangan Pemohon, Palguna menyampaikan saran yang dapat dipakai dalam perbaikan permohonan Pemohon. Palguna menekankan pada kedudukan hukum (legal standing) yang dipakai Pemohon. Tanpa legal standing yang tepat, kata Palguna, permohonan Pemohon akan tidak dapat diterima oleh Mahkamah. Oleh karena itu, legal standing merupakan pintu masuk untuk mengajukan permohonan.
Palguna menyarankan agar Pemohon memerhatikan kembali isi Pasal 51 UU MK yang menjelaskan syarat-syarat diterimanya legal standing dalam suatu permohonan. Bila Pemohon menggunakan legal standing sebagai organisasi masyarakat (Ormas), maka pengambilan keputusan dalam tubuh Ormas untuk mengajukan permohonan ini haruslah digambarkan dengan jelas. “Siapa tahu nanti Saudara-Saudara datang sendiri sebagai ketua dan sekretaris, anggota yang lain tidak tahu. Itu akan mempengaruhi legal standing Saudara,” papar Palguna yang didampingi Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati dan Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams.
Sementara itu, Maria menekankan pada argumentasi permohonan Pemohon. Menurut Maria, permohonan Pemohon belum secara gamblang menjelaskan pertentangan yang terjadi antara pasal yang diuji dengan pasal dalam UUD 1945 yang digunakan sebagai batu uji. “Di mana letak pertentangannya? Kalau saya melihat tidak ada pertentangan,” pinta Maria tegas.(YustiNurulAgustin/mk/bh/sya)
|