JAKARTA, Berita HUKUM - Anggota DPR RI Arif Wibowo mengapresiasi Pidato Kenegaraan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam rangka HUT ke-69 Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Menurutnya, selama 5 tahun ini adalah pidato yang paling realistis dan memberikan semangat.
“Saya merasa senang bahwa ada hal yang ditegaskan, dan saya kira ini yang harus diwujudkan secara terus menerus, karena berkaca kepada praktek selama ini memang tidak mudah dalam mengejawantahkan dari demokrasi keadilan ke kesejahteraan,” kata politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Jum’at (15/8), di Gedung DPR RI.
Yang paling penting, dikatakannya, dalam konteks demokrasi adalah Presiden menegaskan dengan semangat yang kuat dan kesungguhan bahwa demokrasi kita harus bersifat kerakyatan bukan elitis. Pembangunan demokrasi yang menguatkan pembangunan sistem itu menjadi catatan penting untuk diapresiasi oleh kita semua dan tentu saja bangsa Indonesia.
“Ke depan memang pembangunan demokrasi yang menguatkan pembangunan sistem, adalah keniscayaan. Jadi yang dibangun adalah sistem dan dibangun kekuatan kelembagaan. Tentu saja itu harus diwujudkan secara nyata, tidak boleh dalam prakteknya diingkari.
Menanggapi pernyataan Presiden SBY bahwa akan membantu Presiden berikutnya jika dikendaki, Arif mengatakan hal itu hanya sekedar pernyataan atas komitmennya setelah tidak lagi menjadi presiden. “Beliau akan menjadi rakyat biasa yang tentu saja hal itu sesuatu yang baik bahwa sebagai warga biasa meskipun mantan presiden tetap akan mendedikasikan bagi kehidupan rakyat kebanyakan serta kepentingan bangsa dan negara,” jelas Arif Wibowo.
Sementara, Anggota DPR memaknai titikan air mata Presiden SBY saat pembacaan Pidato Kenegaraan, Jumat (15/8) sebagai sebuah bentuk tanggung jawab seorang negarawan. Hal tersebut diungkapkan anggota Komisi VIII DPR RI, Soemintarsih Muntoro usai Sidang Paripurna, Jumat (15/8) lalu.
“Jadi kalau saya memaknai air mata bapak Presiden dalam Pidato tadi sebagai sebuah bentuk sikap tanggung jawab seorang negarawan yang tidak hanya bisa diselesaikan hanya dengan satu atau dua periode saja. Dan sebagai seorang negarawan Pak SBY juga siap mendukung Presiden berikutnya untuk terus melanjutkan pembangunan ini,”ungkap politisi dari Fraksi Hanura yang akrab disapa Mien ini.
Dikatakan Mien, seyogyanya sisa-sisa tugas dan tanggung jawab Presiden SBY itulah yang harus dilakukan dan dilanjutkan oleh Presiden berikutnya. Dengan kata lain, Presiden berikutnya itu harus juga memiliki jiwa negarawan. Artinya harus bersedia melanjutkan perjuangan atau program yang baik yang sudah dilakukan oleh pemimpinnya terdahulu. Hal tersebut semata dalam rangka menegakkan keadilan, kejujuran, demokrasi, perekonomian yang mantap,dan kesejahteraan. Itu adalah pekerjaan yang besar karena bangsa ini adalah Negara yang besar dengan jumlah pendudukdan wilayahnya yang sangat luas.
Sementara itu Wakil Ketua Komisi VIIIDPR, Ledia Amalia Hanifa mengatakan bahwa hal yang wajar jika Presiden SBY menitikan air mata ketika tugas dan masa jabatannya telah berakhir. Tentu banyak hal yang telah dilaluinya dalam dua periode masa bhaktinya. Tidak sedikit tugas yang telah dijalankan dengan sebaik-baiknya, hal itu akan menjadi warisan bagi Negara.
Oleh karenanya Politisi dari Fraksi PKS ini memandang hal yang wajar jika Presiden SBY merasa terharu. Bahwa dengan upaya maksimal yang telah dilakukannya mudah-mudahan dicatat oleh bangsa Indonesia sebagai sebuah kebaikan.Hal tersebut pastinya bukan hal yang mudah, terlebih lagi di tengah masa reformasi dan arus demokrasi yang baru saja berlangsung.(as/Ayu/dpr/bhc/sya) |