JAKARTA, Berita HUKUM - Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (21/5). Tercatat dua pasangan calon sebagai pemohon perkara dengan Nomor 53/PHPU.D-XI/2013 dan 54/PHPU.D-XI/2013, yakni pasangan calon nomor urut 5 Tony Herbiansyah-Yani Kasim Marewa dan pasangan calon nomor urut 3 Sandra Puspa Dewi-Harimuddin Rasyid.
Dalam persidangan yang diketuai oleh Ketua MK M. Akil Mochtar tersebut, pemohon maupun kuasa hukumnya Perkara Nomor 54/PHPU.D-XI/2013 tidak hadir. Hanya Endang Yulianti, dkk selaku kuasa hukum Tony Herbiansyah-Yani Kasim Marewa (Nomor 53/PHPU.D-XI/2013) yang hadir dalam sidang pemeriksaan pendahuluan tersebut. Endang mengungkapkan Pemohon prinsipal berkeberatan dengan hasil penetapan rekapitulasi yang dilakukan oleh KPU Kabupaten Penajam Paser Utara. Alasan utama yang diungkapkan Endang, yakni adanya kekeliruan yang dilakukan oleh KPU Kabupaten Penajam Paser Utara sebagai Termohon sehingga menyebabkan rendahnya pemilih dalam Pemilukada Kabupaten Penajam Paser Utara.
“Banyak pemilih yang terpencar-pencar di beberapa daerah tidak diberikan TPS oleh Termohon, sehingga menyebabkan kehadiran pemilih yang cukup rendah hanya sekitar 36%. Ini merupakan skenario Termohon,” urai Endang.
Selain itu, lanjut Endang, Termohon juga tidak mendistribusikan surat undangan bagi para pemilih dengan baik dengan alasan jarak yang jauh. “Anggota PPS akhirnya hanya memotong bagian bawah surat suara untuk mengambil honor,” jelasnya.
Kemudian, Pemohon mendalilkan adanya standar ganda dalam menentukan keabsahan surat suara yang dilakukan oleh Termohon. Dalam bimbingan teknis, jelas Endang, KPU Kabupaten Penajam Paser Utara menggunakan Peraturan KPU Nomor 72/2009 dalam menentukan keabsahan surat suara. “Padahal peraturan tersebut sudah diganti dengan peraturan yang baru, yakni Peraturan Nomor 15/2010,” terangnya.
Pihak Terkait, yakni Pasangan Calon Nomor Urut 1 Yusran Aspar-Mustaqim, melalui kuasa hukumnya, Unoto membantah seluruh dalil Pemohon. Unoto mengungkap permohonan Pemohon kabur (Error in objecto). Dalam pokok permohonan, Pemohon keliru menulis ‘Surat Keputusan KPU Sumatera Utara’. “Kami anggap objectum litis-nya tidak jelas,” ujarnya.
Mengenai pelanggaran yang terstruktur, masif dan tersistematis seperti mobilisasi PNS, Unoto mengungkapkan Pemohon sebagai incumbent yang paling banyak melakukannnya. “Bukan kami yang melakukannya, namun Pihak Terkait-lah sebagai incumbent yang paling banyak melakukan. Kami punya bukti pendukung keterlibatan kepala dinas dan lainnya,” terangnya.
Majelis Hakim yang beranggotakan Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati dan Anwar Usman menunda sidang hingga Rabu (22/5) pada pukul 10.30 WIB. Sidang tersebut beragendakan mendengar jawaban Termohon dan Pembuktian.(la/mk/bhc/opn) |