JAKARTA, Berita HUKUM - Ketua Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia (Apemindo) Poltak Sitanggang mengatakan bahwa pemerintah Indonesia merencanakan untuk melarang ekspor bijih mineral mulai 12 Januari 2014.
Kebijakan pelarangan ekspor ini dimaksudkan untuk mendorong hilirisasi sektor pertambangan yang memberi nilai tambah yang lebih tinggi. "Kami percaya bahwa maksud dan tujuan kebijakan tersebut masuk akal ketika negara sedang mengalami situasi yang memerlukan peningkatan ekspor dengan produk-produk bernilai tambah dan mengurangi ketergantungan terhadap ekspor bahan mentah atau komoditi," kata Poltak dalam acara Konsolidasi dan Perumusan Sikap Bersama Pengusaha Tambang Mineral Indonesia di Asean Room, The Sultan Hotel, Rabu (11/12) Jakarta.
Menurut Poltak, persoalan waktu dan pendekatan atas keputusan kebijakan tersebut tetap mengundang perdebatan. Perlu diketahui bahwa pelarangan ekspor bijih mineral, pertama-tama dan terutama, memiliki akibat langsung terhadap defisit perdagangan Indonesia.
"Selama empat triwulan terakhir sampai triwulan III 2013, defisit perdagangan Indonesia mencapai USD9,7 miliar, atau setara dengan 1,1% PDB. Untuk memberi gambaran, pelarangan ekspor bijih mineral diperkirakan mengurangi ekspor Indonesia sebesar USD5 miliar setiap tahunnya," ujar Poltak.
Apemindo menilai bila pemerintah Indonesia melarang ekspor bijih mineral, ketika pada saat yang sama mau memastikan neraca perdagangan yang sehat, pemerintah perlu menerapkan pengetatan dan pengorbanan pertumbuhan banyak sektor untuk mengurangi impor secara signifikan.
"Apa yang kami coba sampaikan adalah, dalam rangka mengurangi impor dalam jumlah yang memadai untuk menegasi penurunan ekspor dan peningkatan impor barang modal sebagai akibat pelarangan ekspor bijih mineral, Indonesia perlu mengenakan tingkat suku bunga yang lebih tinggi, depresi lebih lanjut dari rupiah dan kemungkinan menurunkan peningkatan pinjaman di sektor perbankan," pungkas Poltak.(bhc/mdb)
|