JAKARTA, Berita HUKUM - Mahkamah Agung (MA) telah menetapkan putusan uji materiil Peraturan KPK Nomor 1/2021, yang menegaskan bahwa aturan tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yaitu UU 19/2019, PP 41/2020, dan Putusan MK nomor: 70/PUU-XVII/2019, serta Putusan MK nomor: 34/PUU-XIX/2021.
"Secara normatif dapat dipahami bahwa tindakan hukum KPK dan BKN menyelenggarakan TWK (Tes Wawasan Kebangsaan) sebagai salah satu ukuran pengalihan status kepegawaian adalah legal dan konstitusional," kata Ketua Setara Institute Hendardi melalui keterangan tertulisnya yang diterima pewarta BeritaHUKUM, Jumat (10/9).
Hendardi yang juga inisiator Human Security Initiative (HSI) menyebut dalam putusannya MA juga menyebut bahwa TWK absah menjadi salah satu alat ukur obyektif dalam sebuah test ASN (Aparatur Sipil Negara) maupun pengembangan karir ASN.
Ihwal tindak lanjut putusan atas hasil TWK KPK, tutur Hendardi, selanjutnya menjadi domain pemerintah. Organ pemerintah yang memiliki kewenangan pengangkatan kepegawaian adalah BKN (Badan Kepegawaian Negara). "Oleh karena itu BKN dan KPK dapat menjadikan dua putusan dari Mahkamah Kontitusi (MK) dan Mahkamah Agung (MA) sebagai rujukan tindakan administrasi negara lanjutan," ucap dia.
Dia berharap, dua produk putusan lembaga yudikatif tersebut diharapkan dapat mengakhiri kontroversi TWK yang selama ini melilit KPK. Energi publik yang melimpah selanjutnya dapat disalurkan untuk mengawal KPK bekerja mencegah dan memberantas korupsi.
Namun demikian, problem implementasi norma, yang oleh sejumlah pihak dianggap melanggar hukum, tetap dapat dipersoalkan melalui jalur yudisial. "Pegawai KPK yang dianggap tidak memenuhi syarat menjadi ASN, selanjutnya dapat saja menempuh jalur yudisial melalui PTUN setelah menerima SK pemberhentian yang bersifat individual, konkret dan final, yang merupakan obyek tata usaha negara," pungkasnya.(bh/mos) |