Oleh: Drs. Rahmad Sukendar,SH
SUATU - Upaya untuk merubah perilaku masyarakat dan bangsa dari perilaku koruptif menuju perilaku positif, atau untuk menuju terciptanya cita-cita nasional menuju kesejahteraan bangsa dan negara, sudah berapa lama kita mendiskusikan MASALAH GERAKAN NASIONAL memerangi korupsi yang kadang-kadang menimbulkan keraguan akan niat baik tersebut, namun beberapa permasalahan bangsa akhir-akhir ini telah menggelitik hati kita untuk tidak tinggal berdiam diri didalam menyikapinya.
Selama sepuluh tahun sejak berdirinya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) belum maksimal mencapai 100% CONVICTION RED, namun tidak diimbangi oleh aparat Institusi penegak hukum lainnya, sehingga seolah-olah KPK bekerja sendirian di dalam penanganan kasus korupsi di Indonesia.
Pangkal masalah berada di dalam Moralitas Bangsa yang sudah terjerat kepada paham PRAGMATISME sehingga gunung es korupsi harus ditangani secara serius bersama masyarakat dan komunitas warga bangsa lainnya, terutama komunitas Anti Korupsi dengan mendorong Birokrasi untuk dapat bertindak dengan hati nuraninya yang paling dalam, di dalam penggunaan Anggaran Keuangan Negara agar Negara kedepan tidak mengalami kerugian didalam penggunaan Anggaran Keuangan Negara yang dilakukan oleh pejabat negara.
Sifat gerakan Badan Peneliti Independen Kekayaan Pejabat Negara dan Pengusaha Nasional (BPI-KPNPN), merupakan gerakan Revolusi Mental, namun tidak hanya menghimbau memperbaiki mental (secara abstrak) tetapi dilengkapi dengan hasil penelitian, pengkajian dan pengajuan secara tindakan (ACTION PLANT) terhadap permasalahan dan solusinya, idealnya melibatkan birokrasi bersama masyarakat, namun apabila dari pihak birokrasi tidak ada tanggapan yang SIGNIFIKAN untuk gerakan revolusi mental di dalam memerangi korupsi dengan berusaha memberdayakan masyarakat di dalam melaksanakan ACTION PLANT yang telah dirumuskan oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, sudah saatnya dilakukan Gerakan Revolusi Mental untuk memerangi Korupsi yang sudah merajalela di Republik ini.
OUTPUT GERAKAN :
Terwujudnya kesadaran warga masyarakat akan betapa dahsyatnya bencana korupsi dan bagaimana untuk dapat menghindarinya serta memerangi korupsi, kemudian setelah timbul gerakan revolusi mental memerangi korupsi memacu warga masyarak
PERUMUSAN POLA GERAKAN SECARA UMUM :
Identifikasi akar permasalahan untuk setiap GATRA kehidupan kemudian menentukan skala prioritas yang di perkirakan dapat mempengaruhi moral apabila sasaran tersebut digarap secara baik.
Menentukan solusi pemecahan permasalahan melalui kegiatan pengkajian secara KOMPREHENSIF atas hasil penelitian yang telah di lakukan.
Merumuskan program kegiatan untuk menangani permasalahan melalui solusi yang menghasilan, dengan jalan meneruskan konsep ACTION PLANT kepada birokrasi yang bersangkutan dan memberikan yang terbaik kepada masyarakat yang terkena dampaknya.
Memberikan advokasi atas adanya kesewenang-wenangan yang terjadi terhadap warga masyarakan melalui musyawarah atau jalur hukum.
Mengkomunikasikan setiap langkah yang diambil dari hassil yang didapat kepada masyarakat.
Konsistensi terhadap komitmen dan untuk berperan aktif di dalam pemberantasan korupsi serta peran aktif masyarakat di dalam melakukan fungsi sosial kontrol di dalam turut serta mengawasi serta melakukan pencegahan terhadap kejahatan tindak pidana korupsi yang telah terorganisir secara rapih dan berkelompok, melibatkan pihak-pihak tertentu baik di pemerintahan maupun di sektor perusahaan yang mengakibatkan kerugian bagi keuangan negara, dan tentu akan berdampak terhambatnya roda pembangunan di Republik Indonesia, serta menyengsarakan masyarakat di Indonesia.
Di dalam mendukung gerakan Indonesia bersih, merupakan resultante kekurangan keberhasilan aparatur penegak hukum di dalam berbagai aspek (Ekonomi, Politik, Sosial, Budaya dan Agama), oleh karenanya kejahatan tindak pidana korupsi terorganisir harus ditangani secara konferenshif interdepartemental dengan mendapat dukungan dan partisipasi aktif dari masyarakat maupun pihak pemerintah.
Pemberdayaan masyarakat di dalam keikutsertaan pengawasan tindak kejahatan terorganisir, melalui pengembangan kemitraan dengan pihak Kepolisian, Kejaksaan, Kehakiman, Komisi Pemberantasan Korupsi dan Badan Pemeriksa Keuangan, untuk berperan aktif di dalam menyampaikan data-data yang akurat ataupun memberikan informasi mengenai adanya dugaan tindakan pidana korupsi, baik itu di daerah-daerah maupun di tingkat pusat pemerintahan.
Untuk merumuskan kebijakan nasional di dalam pencegahan dan penegakan kejahatan korupsi sesuai komitmen dari PBB (Persertikatan Bangsa-Bangsa) di dalam menciptakan DUNIA YANG SEJAHTERA TANPA ADANYA KEJAHATAN (Prosperiti Without Crime) menjadi sinyal kepribadian untuk dapat dilaksanakan oleh segenap warga dunia, termasuk kita di Republik Indonesia.
Dalam melaksanakan fungsi sosial kontrol atas semua tindakan penyimpangan Keputusan Menteri ( Kepmen ) dan Keputusan Presiden (Kepres) sehingga dapat meminimalisir adanya kerugian terhadap keuangan negara, dan tentunya masyarakat turut merasakan hasil dari pembangunan untuk mendapatkan kesejahteraan yang hakiki menuju rasa aman, tentram, kertaraharja lojinawi yang dapat menghantarkan negara Republik Indonesia menuju baldatun thoyibatun warobon ghopur, berani kita semua untuk melawan korupsi di Indonesia untuk kesejahteraan masyarakat, bangsa dan negara.
Kejahatan korupsi merupakan resultante atas kekurangan keberhasilan di dalam pencegahan aspek seperti aspek ekonomi, politik, sosial budaya dan agama, oleh karenanya pencegahan kejahatan korupsi di NKRI harus ditangani secara komprehensif dengan mendapat dukungan dan partisipasi aktif dari seluruh elemen masyarakat melalui pengembangan kemitraan antara aparat keamanan, para pakar hukum dan masyarakat luas yang diharapkan dapat memberikan masukan kepada pemerintah, khususnya di dalam memberdayakan masyarakat di dalam Gerakan Revolusi Mental Dengan Memerangi Kejahatan Korupsi di Indonesia.(bhc/rat)
Penulis adalah Ketua Umum Badan Peneliti Independen Kekayaan Pejabat Negara dan Pengusaha Nasional (BPI-KPNPN).
|