JAKARTA, Berita HUKUM - Dewan Perwakilan Rakyat telah menyetujui Rancangan Undang-undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RUU APBN-P) 2017 menjadi Undang-undang. Namun, hal ini mendapat penolakan dari Fraksi Partai Gerindra. Anggota Komisi XI DPR Willgo Zainar selaku perwakilan F-Gerindra menilai Pemerintah tidak yakin dengan rencana anggaran yang telah diusulkan kepada DPR.
Demikian dikatakannya saat melakukan interupsi pada Rapat Paripurna di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (27/7). Dalam rapat yang dipimpin Wakil Ketua DPR RI Agus Hermanto itu, salah satu agendanya adalah pengambilan keputusan RAPBN-P 2017.
"Pemerintah mengajukan belanja negara sebesar Rp 2.111,4 triliun pada RAPBN-P 2017. Namun pemerintah mengajukan output RAPBN-P 2017 sebesar Rp 2.077 triliun. Baru kali ini dalam sejarah pemerintah mengajukan rencana belanja negara, namun pemerintah sendiri tidak yakin dengan apa yang diajukannya," tegas Willgo.
Willgo menjelaskan kemampuan pendapatan negara dalam RAPBN-P 2017 hanya sebesar Rp 1.714,1 triliun. Artinya, belanja negara dalam RAPBN-P 2017 adalah pendapatan negara ditambah dengan kewajiban pembayaran utang, dengan bunga sebesar Rp 218,6 triliun, yang besarannya menjadi Rp 1.932,7 triliun.
"Dengan ini berati ada defisit Rp 218,6 triliun. Jika pemerintah mempertahankan kebijakan defisit keseimbangan primer, berarti pemerintah telah melanggar prinsip Pasal 12 Ayat 1 Undang-Undang No.17 Tahun 2003, yaitu APBN disusun sesuai kebutuhan penyelenggaran pemerintahan negara dan kemampuan menghimpun pendapatan negara. Jadi bukan kemampuan menghimpun utang negara," jelas Willgo.
Politisi asal dapil NTB itu memastikan pihaknya tidak menyetujui RAPBN-P 2017, namun tetap memberi kesempatan kepada pemerintah untuk melaksanakan RAPBN-P 2017 sesuai dengan yang telah disahkan tersebut.
Setelah mendapat interupsi dari anggota dewan yang hadir dalam Rapat Paripurna DPR RI, akhirnya RUU Perubahan atas UU No 18 Tahun 2016 tentang APBN 2017 (APBN-P 2017) disahkan.
"Apakah laporan Banggar DPR tentang RUU Perubahan atas UU No 18 Tahun 2016 tentang APBN 2017 dapat disetujui?" tanya Wakil Ketua DPR Agus Hermanto yang memimpin rapat tersebut di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (27/7). "Setujuu" jawab seluruh hadirin yang hadir pada Paripurna.
Sehari sebelumnya, Rabu (26/7) Rapat Badan Anggaran dapat menyetujui APBN-P 2017 untuk kemudian dibawa ke tingkat Rapat Paripurna pada hari ini untuk disahkan.
Dalam APBN-P 2017, pemerintah dan DPR sepakat menetapkan asumsi makro, yaitu pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2 persen, inflasi sebesar 4,3 persen, suku bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN) tiga bulan sebesar 5,2 persen, dan nilai tukar (kurs) rupiah sebesar Rp 13.400 per dolar Amerika Serikat (AS).
Terkait harga minyak mentah Indonesia sebesar US$ 48 per barel, lifting minyak bumi sebesar 815 ribu barel per hari (bph), dan lifting gas sebesar 1,15 juta barel setara minyak per hari.
Hal lain mengenai penerimaan negara disepakati sebesar Rp 1.732,95 triliun dari sebelumnya Rp 1.750,3 triliun di APBN 2017. Lalu, terkait belanja negara dalam APBN-P diproyeksikan sebesar Rp 2.133,29 triliun dari sebelumnya Rp 2.080,5 triliun di APBN 2017.
Dalam laporan yang dibacakan, Ketua Banggar Azis Syamsuddin mengucapkan terima kasih atas pandangan fraksi-fraksi dalam pembahasan APBN-P 2017 ini. "Pendapat mini fraksi, pendapat pemerintah dan draft akhir RUU APBN-P 2017 menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam laporan ini," tegas Azis.(sf,mp/hs/sc/DPR/bh/sya) |