KYRGYZTAN, Berita HUKUM - Korupsi bisa dicegah dengan mereformasi layanan publik secara komprehensif. Ini penting dilakukan di semua lini layanan publik, termasuk di parlemen. Untuk mendukung pencegahan korupsi, DPR RI juga sudah merumuskan produk legislasi yang antikorupsi.
Demikian dikemukakan Anggota Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI Dodi Reza Alex Noerdin yang memimpin delegasi DPR dalam pertemuan International Conference on the Role of Parliament in Advancing Public Policy against Corruption in Kyrgyztan yang digelar di Bishkek, Kyrgyztan, (9-10/6) lalu.
“Mereka mengharapkan kita hadir untuk berbagi pengalaman dan best practices mengenai kebijakan legislasi dalam pemberantasan korupsi di segala bidang,” jelas Dodi yang juga anggota F-PG. Selain Dodi, hadir pula Arif Budimanta Anggota BKSAP dari F-PDI Perjuangan. Keduanya menjabat anggota Committee Public Relation, Campaign and Advocacy dan Committee on Good Governance dari Global Organization of Parliamentarians against Corruption (GOPAC).
Sebelumnya BKSAP DPR telah merespon undangan Kyrgyztan yang mengharapkan partisipasi GOPAC Indonesian Charter dalam konferensi internasional tersebut. Pada sesi Parliament and its importance in addressing anti-corruption in public administration, Dodi menekankan pentingnya reformasi mendasar pada layanan publik. Sejumlah produk legislasi pun dihasilkan untuk mendukung terciptanya aparatur negara yang profesional, berintegritas, independen, dan berkualitas, seperti UU tentang Penyelenggara Negara yang bersih dan bebas dari KKN (1999) hingga UU tentang Aparatur Sipil Negara (2013).
“DPR juga memberikan dukungan untuk remunerasi penghasilan pegawai sehingga mereka tidak lagi berpikir macam-macam saat bekerja,” ungkap Dodi, seraya juga menerangkan, ke depan Kode Etik Penyelenggara Negara diperlukan untuk mendukung kebijakan anti korupsi.
Pada kesempatan lainnya, Arif Budimanta menyampaikan perkembangan mengenai kebijakan-kebijakan transparansi dan pengawasan terkait industri ekstraktif. Dalam sesi oversight and transparency in the extractive industries, Arif mengungkapkan tata kelola industri ekstraktif tengah dibenahi oleh parlemen. “Salah satunya dengan melakukan amendemen terhadap UU Minyak dan Gas yang rencananya akan mengatur detail mengenai dana minyak dan gas, dana yang wajib disisihkan untuk peruntukan tertentu,” paparnya dalam konferensi tersebut.
Terkait rezim Extractive Industries Transparency Initiative (EITI), Indonesia sebagai candidate country tengah berjuang agar menjadi negara patuh (EITI compliant country). Rezim EITI adalah rezim yang mewajibkan perusahaan industri ekstraktif untuk menyampaikan secara transparan apa saja yang mereka bayarkan kepada negara sekaligus memaksa negara untuk membuka seluas-luasnya informasi tentang pendapatan yang diterima dari industri tersebut.
“Kami telah mengajukan Final Validators Report ke EITI Board dengan harapan lolos menjadi EITI compliant country. Kami juga menyerap informasi dari Kyrgyztan karena mereka telah lebih dulu menjadi EITI compliant country,” tutup Arif.
Selain mengikuti agenda konferensi, Delegasi DPR RI berkesempatan untuk berdialog dengan Honorary Counsel of the Republic of Indonesia to Kyrgyz Republic, Mr. Eduard Kubatov. Keduanya mendiskusikan beragam peluang untuk mempererat kerja sama bilateral kedua negara.(mh/BKSAP/dpr/bhc/sya) |