JAKARTA, Berita HUKUM - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menolak, aduan terkait kerjasama Komisi Pemilihan Umum (KPU) dengan The International Foundation for Electoral System (IFES).
Menurut anggota DKPP, Nur Hidayat Sarbini alasan pihak menolak aduan tersebut. Karena pihaknya sudah memutuskan hal tersebut. "Karena merupakan pekara yang sama. Dan sebagaimana sifat keputusan DKPP yang final dan mengikat maka aduan ini ditolak," ujarnya saat membacakan amar keputusan saat sidang kode etik yang digelar di Gedung DKPP, Jakarta, Selasa (21/5).
Padahal sebelumnya, Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi (Sigma), Said Salahudin pernah menyatakan, bahwa pada kasus MoU KPU dengan Ifes ada bukti baru.
Dimana, MoU tersebut terjadi pada bulan Oktober 2012, sehingga jelas telah terjadi manipulasi tanggal MoU yang disebutkan oleh KPU pada tanggal 12 Agustus 2012.
"Diantara bukti itu adalah surat Ketua KPU kepada Ifes terkait perubahan klausul MoU tanggal 12 Oktober; Surat jawaban Ifes kepada KPU tanggal 18 Oktober; disposisi dari Ketua KPU tanggal 18 Oktober; Disposisi anggota KPU bidang hubungan antar lembaga tanggal 22 Oktober; dan Disposisi Sekjen KPU untuk acara MoU tanggal 31 Oktober 2012," ungkapnya seperti dikutip dari pers rilisnya yang diterima BeritaHUKUM.com, kemarin.
Alasan Sigma
Lalu apakah alasan Sigma fokus terhadap MoU ini?
Menurut Said, adanya manipulasi tanggal MoU itu sejatinya adalah pelanggaran yang luar biasa berat.
Mengapa? Karena KPU telah melakukan 3 (tiga) kecurangan sekaligus.
Pertama, memanipulasi tanggal MoU. Kedua, membohongi majelis DKPP. Karena, pada perkara Nomor 25-26 yang putusannya dibacakan pada sidang DKPP tanggal 26 November 2012 lalu, KPU menyatakan dalam persidangan bahwa MoU tersebut ditandatangani tanggal 12 Agustus.
Padahal, DKPP dalam putusannya itu tegas menyatakan MoU dimaksud bertentangan dengan Kebijakan Bappenas dan bertentangan dengan Peraturan kode etik.
Namun DKPP pada saat itu tidak mengenakan sanksi kepada KPU karena MoU tersebut dianggap dibuat sebelum dibentuknya Peraturan kode etik.
Padahal yang sesungguhnya terjadi pencantuman tanggal 12 Agustus itu hanyalah muslihat KPU untuk menghindari sanksi dari DKPP.
Ketiga, jelas KPU telah melakukan kebohongan publik. "Inilah yang paling menyakitkan bagi saya," pungkasnya.(bhc/riz)
|