JAKARTA- Komisi II DPR kembali gagal menunaikan janjinya untuk merampungkan pembahasan RUU Penyelenggara Pemilu. Padahal, komiksi tersebut berjanji akan menyelesaikannya sebelum Lebaran.
Rapat Tim Singkronisasi yang digelar Rabu (24/8), hanya mampu menyepakati penghidupan kembali Panitia Pemungutan Suara (PPS), agenda yang mendadak muncul di awal sidang.
"Ada yang mengangkat lagi bagaimana cara menghitung suara. Dulu PPS dibunuh, karena kami percaya PPK (Panitia Pemungutan Kecamatan). Hari ini PPK tidak bisa dipercaya lagi, maka PPS dihidupkan lagi," kata Ganjar Pranowo Pimpinan Komisi II yang memimpin rapat.
Dua poin krusial yang sedianya diagendakan, yakni jangka waktu pengunduran diri calon anggota KPU dari partai politik dan perlu tidaknya unsur pemerintah dalam keanggotaan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) gagal diselesaikan. Rapat memutuskan agar dilakukan proses lobi untuk dua poin tersebut. Lobi antar fraksi dijadwalkan pada 6 September mendatang, menjelang rapat Panja.
"Sebelum Panja saya ingin dibereskan semua. Maka di Panja itu tinggal formalitas saja, hanya melaporkan saja semua sudah beres. Panja menerima, kita ketok, dan minta untuk pengambilan keputusan tingkat dua," paparnya.
Politisi PDIP ini mengakui, dalam proses akhir pembahasan ini bermunculan kembali sejumlah ide untuk dibahas. Selain mengenai PPS, syarat pendidikan anggota KPU dan Bawaslu di Kabupaten Kota juga kembali dipersoalkan. Sebelumnya, sudah disepakati syarat pendidikan minimal S1. “Sebaiknya, setiap fraksi membawa catatan masing-masing untuk dibawa ke Panja,” tandasnya.
Dalam kesmepatan terpisah, Ketua DPR Marzuki Alie mengusulkan, agar biaya kampanye partai politik menggunakan dana dari APBN baik untuk kampanye pemilu legislatif, pilpres, maupun pemilu kada. "Saya punya ide, bagaimana kalau kampanye partai politik itu dibiayai oleh negara saja," ujar Marzuki.
Langkah ini perlu diambil, lanjut dia, demi menegakkan asas keadilan dan nondiskriminatif terhadap partai-partai peserta pemilu. "Kalau ada partai yang mengeluarkan anggaran untuk kampanye, maka itu didiskualifikasi," katanya.
Menurut Marzuki, sistem ini bisa berlaku untuk setiap pemilu, baik pemilihan presiden, maupun pemilihan kepala daerah. "Saya lontarkan juga bagaimana kalau pemilu legislatif, pemilu presiden, dan pemilihan kepala daerah kampanyenya dibiayai oleh negara saja. Jadi partai tidak berlomba-lomba mencari uang untuk kampanye," ujarnya.
Ia mengaku sudah sering melontarkan ide tersebut di setiap kunjungannya ke daerah. "Pandangan saya ini kadang-kadang tidak menarik, tapi kalau kita perhatikan untuk mencari solusi, harusnya kita diskusikan," tuturnya.
Jika usulnya diterima, Marzuki yakin Indonesia akan mendapatkan pemimpin yang amanah. biaya kampanye dari APBN juga dapat meminimalisir tindak korupsi yang makin marak terjadi, "Kami akan dapatkan seorang kepala daerah yang betul-betul profesional. Bisa dibuat aturan, agar partai tidak menyalahgunakan dana tersebut," katanya lagi.(mic/rob)
|