JAKARTA-Untuk menghindari deal-deal politik, pemilihan calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak dilakukan DPR. Sebaiknya pemilihan tersebut dilakukan lembaga independen. Gagasan ini disampaikan anggota DPR dari Fraksi Partai Hanura Syarifuddin Suding dalam acara diskusi yang berlangsung di gedung DPR, Jakarta, Jumat (29/7).
"Seharusnya DPR tak usah ikut uji kelayakan dan kepatutan calon pimpinan KPK, karena hal ini dimanfaatkan mereka untuk ‘bermain’. Belum apa-apa sudah ada deal-deal politik utk menahan kasus besar korupsi. Buktinya, hingga kini KPK belum juga mampu menuntaskan skandal Bank Century dan kami tak yakin kasus Wisma Atlit SEA Games menjamah orang-orang yang diduga kuat terlibat,” katanya.
Dalam pemilihan pimpinan KPK Jilid III ini saja, lanjut Sudding, belum apa-apa sudah ada oknum DPR dan pejabat KPK melakukan deal politik untuk tak menyentuh kasus tertentu yang ditangani institusi penegak hukum tersebut. “Pokoknya, DPR ikut menentukan calon pimpinan KPK. Ke depan, hal ini snagat berbahaya terhadap program pembernatasan korupsi, karena pimpinan KPK tak bisa bersikap independen,” tuturnya.
Suding meyakini terungkapnya kasus mantan Bendahara Umum Partai Demokrat (PD) Muhammad Nazaruddin, menegaskan kepada publik bahwa penegakkan hukum yang dijalankan pemerintahan SBY-Boediono penuh kepura-puraan. "Hukum seakan tajam ke bawah, tapi tumpul ke atas. Penegakkan hukum, seakan didahului oleh deal-deal oleh para elit. Dan gejala ini menunjukkan negara menuju negara gagal," ujarnya meyakinkan.
Dalam kesempatan terpisah, Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK memilih untuk menjegal langkah Chandra M Hamzah dan Ade Rahardja menjadi pimpinan, tenyata bukan lantaran makalah yang mereka tulis berkualitas buruk. Sebaliknya, karena Pansel tak ingin KPK menjadi lemah dengan keberadaan keduanya sebagai pimpinan. "Pansel tidak ingin KPK di masa yang akan datang menjadi sasaran tembak yang melemahkan KPK," ujar Sekretaris Pansel KPK Ahmad Ubbe.
Menurut dia, untuk menjadi pimpinan KPK, seorang calon tak cukup hanya memiliki kemampuan untuk membuat makalah dengan baik. Pertimbangan inilah yang kemudian menjegal langkah keduanya. Pansel tak dapat menutup mata bahwa keduanya sarat dengan kontroversi dan selalu menjadi bulan-bulanan tudingan selama menjadi pimpinan dan petinggi KPK. "Track record atau rekam jejak juga jadi pertimbangan pansel," imbuhnya.
KPK tak memerlukan sosok pimpinan yang hebat dalam menjaring kontroversi. Pansel pun tak ingin membawa KPK menjadi sasaran tembak dengan "kemampuan" keduanya memancing kontroversi. "Kami tidak mempertimbangkan tudingan Nazaruddin, tetapi lebih kepada calon-calon yang diloloskan tidak menjadi sasaran tembak," katanya.
Seperti diketahui, Chandra M Hamzah yang saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua KPK, dan Ade Rahardja sebagai Deputi Penindakan KPK dinyatakan tidak lolos mengikuti proses seleksi calon pimpinan KPK periode 2012-2016. Keduanya saat ini menjadi sorotoan publik karena tudingan M Nazaruddin bahwa mereka adalah pihak yang merekayasa kasus suap pembangunan wisma atlet SEA Games.
Sebelum tudingan Nazaruddin, Chandra juga pernah diisukan menerima suap dari Anggodo Widjodjo pada kasus Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT). Bahkan, ia sudah ditetapkan sebagai tersangka sebelum akhirnya "dikasihani" oleh lembaga-lembaga negara.(rob/spr)
|