JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Kasus pemalsuan surat Mahkamah Konstitusi (MK) yang hingga kini belum juga mampu menyeret mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Andi Nurpati menjadi perhatian Komisi III DPR. Sejumlah pertanyaan penuh selidik dilontarkan terhadap pimpinan kepolisian.
Hal ini terjadi dalam rapat kerja antara Polri dengan Komisi II yang berlangsung di gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (1/2). Sejumlah anggota Dewan mencurigai sikap Kapolri Jenderal Pol. Timur Pradopo dengan pernyataan yang meragukan sikap kepolisian yang tak serius menangani kasus itu.
Satu dari sejumlah keraguan anggota Komisi III DPR itu, terlontar dari bibir anggota Fraksi PKS Aboebakar Alhabsyi. Ia mempertanyakan Andi Nurpati yang belum juga menjadi tersangka kasus tersebut. "Andi Nurpati belum jadi tersangka, tapi anehnya malah Ketua KPU yang ditetapkan sebagai tersangka,” kata dia kepada Kapolri.
Pernyataan serupa dilontarkan anggota Komisi III asal Fraksi PDIP Trimedya Panjaitan. Ia juga mempertanyakan penyelesaian kasus Andi Nurpati oleh kepolisian. Polri sepertinya tidak pernah serius melaksanakan rekomendasi Komisi III DPR soal pembahasan kasus ini pada rapat kerja enam bulan lalu. "Rekomendasi penuntasan kasus Andi Nurpati setelah enam bulan lalu, tidak ada kemajuan," ujarnya.
Kapolri Jenderal Pol. Timur Pradopo dengan lugas berkelit bahwa kasus surat palsu MK sudah ditangani serius. Bahkan, sudah ada satu terdakwa yang disidangkan dan divonis bersalah. “Kasus serupa dengan tersangka yang lain (Zainal Arifin Hoesein) masih tahap penuntusan penyidikan,” ujarnya tanpa menyebut proses perkembangan pemeriksaan Andi Nurpati.
Sedangkan Kabareskrim Polri Irjen Pol. Sutarman tak kalah gesitnya berdalih seperti Kapolri. Dia menyatakan bahwa belum ada bukti-bukti yang mengarah keterlibatan Andi Nurpati dalam kasus itu. “Bukti-bukti belum ditemukan ke arah sana. Kami terus berupaya menemukan bukti, tapi kami memang mengalami kesulitan untuk pembuktiannya," papar dia.
Menurut Sutarman, bukti kuat yang dimiliki polisi saat ini adalah surat yang dibuat MK tersebut. Tapi, surat tersebut menimbulkan keraguan bagi penyidik untuk menetapkan tersangka baru. Kesulitan yang diperoleh polisi dalam mengungkap surat palsu itu, karena kasus tersebut sudah lama dan kemungkinan orang yang menyuruh membuat menggunakan telepon, sehingga sulit diungkap.
"Logika berpikir saya, (orang) yang menyuruh adalah orang yang ingin menjadi anggota DPR. (Surat itu) yang membuat (orang) MK, yang menggunakan pasti orang KPU. Keseluruhnya tugas penyidik itu mencari bukti untuk menjerat orang-orang ini. Tapi sampai sekarang kami belum ketemu buktinya," ujar Sutarman. (mic/rob)
|