JAKARTA, Berita HUKUM - Paripurna DPR RI telah menyepakati defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 sebesar 1,84 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yakni sebesar Rp 296 triliun. Hal itu diperoleh berdasarkan perhitungan pendapatan negara sebesar Rp 2.165 triliun dan belanja negara sebesar Rp 2.461 triliun.
Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Ahmad Rizki Sadig menuturkan bahwa defisit itu untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan berkeadilan, dan mendukung kegiatan produktif, guna meningkatkan kapasitas produksi dan daya saing.
Besaran defisit tersebut adalah akumulasi dari selisih jumlah penerimaan dan pembiayaan di tahun mendatang. Seperti tahun sebelumnya, besarnya penerimaan negara selalu lebih kecil dari besarnya pembiayaan. Karena itu, dari sepuluh fraksi di DPR, hanya Fraksi Gerindra yang tidak menyatakan pendapatnya terhadap RUU APBN 2019. Sementara Fraksi PKS memberikan minderheid nota sebanyak 42 butir.
Wakil Ketua DPR RI Agus Hermanto selaku pimpinan Rapat Paripurna pun menanyakan kepada seluruh Anggota Dewan yang hadir pada Rapat Paripurna terkait persetujuannya terhadap RUU APBN 2019 ini. "Apakah semua fraksi menyetujui RUU APBN 2019 untuk disahkan menjadi UU?" tanya Agus, dan dijawab "Setuju" oleh seluruh Anggota Dewan yang hadir.
Adapun sebelumnya dalam rapat kerja Banggar DPR RI dan pemerintah, telah dibahas asumsi makro, target pembangunan, serta postur dalam APBN 2019 yang akan diterapkan sebagai panduan pendapatan dan belanja negara tahun depan.
Pengesahan UU APBN 2019 ini juga dihadiri oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang mewakili pemerintah. Dalam pidatonya, Sri Mulyani memastikan, APBN tahun depan akan menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menghadapi ketidakpastian global, namun tetap suportif terhadap program pembangunan dan peningkatan kesejahteraan.
Badan Anggaran (Banggar) DPR RI akhirnya menetapkan asumsi makro APBN 2019, setelah menyelesaikan rapat maraton selama hampir sebulan terakhir. Yang paling krusial adalah penetapan nilai tukar rupiah sebesar Rp 15.000 terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dari sebelumnya dalam RAPBN sebesar Rp 14.400.
Secara lengkap asumsi makro menetapkan, pertumbuhan ekonomi 5,3 persen, inflasi 3,5 persen, lifting minyak bumi 775 ribu barel per hari dari sebelumnya 750 ribu barel per hari, dan lifting gas bumi 1.250 barel setara minyak per hari. Sementara tingkat bunga SPN-3 bulan 5,3 persen dan harga minyak mentah Indonesia 70 USD per barel.
"Dengan asumsi makro tersebut maka pendapatan negara dalam APBN Tahun Anggaran 2019 sebesar Rp 2.165,111 triliun yang terdiri pendapatan dalam negeri sebesar Rp 2.164,676 triliun dan penerimaan hibah sebesar Rp 435,3 miliar," papar Rizki.
Dilanjutkan legislator Partai Amanat Nasional (PAN) itu, penerimaan dalam negeri itu terdiri dari penerimaan perpajakan Rp 1.786,378 triliun dan PNBP sebesar Rp 378,297 triliun. Pada bagian lain, Rizki juga menambahkan, pengeluaran APBN 2019 berupa belanja negara sebesar Rp 2.461,112 triliun.
Sementara belanja pemerintah pusat terdiri dari belanja K/L Rp 855,445 triliun dan belanja non K/L Rp 778,893 triliun. Yang tidak kalah pentingnya juga anggaran pendidikan 2019 yang ditetapkan Rp 492,455 triliun atau sama dengan amanat konstitusi sebesar 20 persen. Sesangkan anggaran kesehatan sebesar Rp 123,113 triliun atau 5 persen dari total belanja negara di atas.(hs/sf/DPR/bh/sya) |