JAKARTA-Delapan nama calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera diberikan kepada kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Dari Presiden nantinya nama itu akan diserahkan kepada DPR untuk dipilih empat kandidat pimpinan KPK periode mendatang melalui fit and proper test.
Pansel bekerja berdasarkan Keppres Nomor 12 Tahun 2011 untuk melakukan seleksi calon pimpinan KPK yang nantinya akan disampaikan ke DPR. Dalam proses awal seleksi terdapat 233 orang yang mendaftar, kemudian disaring sehingga lulus menjadi 142 orang. Selanjutnya, melalui berbagai seleksi, lulus pembuatan makalah sebanyak 17 orang, lulus wawancara 10 orang, dan hasil akhir menjadi delapan orang.
Wakil Ketua Pansel MH Ritonga kepada wartawan di Jakarta, Kamis (18/8), mengatakan, penilaian didasarkan dengan menggunakan ranking dan bukan alphabet. "Kriteria memberikan ranking, pertama setelah selesai wawancara itu dari semua nilai yang diberikan 13 anggota pansel . Lalu, muncullah delapan nama tersebut," kata dia.
Menurut Ritonga, penilaian terhadap calon pimpinan KPK harus orang yang pantas dan cocok sebab banyak yang pantas jadi calon pimpinan KPK tapi belum tentu cocok untuk tugas itu. Kriteria kecocokan tersebut dikembangkan lagi menjadi empat syarat pokok. Yaitu integritas, kepemimpinan, faktor kompetensi menyangkut kemampuan, dan independensi.
"Paling tidak ada 25 poin yang akan kita nilai dari calon itu. Dari integritas paling tidak enam segi yang dinilai, kepimpinan 13 poin, kompetensi tujuh poin, dan independensi ada lima kriteria," katanya.
Dijelaskan jika inilah yang kita jadikan dasar untuk calon-calon tersebut sehingga setelah dihitung kualitatif angka ditemukan delapan orang dan tersingkir dua orang. "Integritas paling tinggi bobotnya," katanya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi III DPR Aziz Syamsuddin memastikan, sampai saat ini DPR masih berketetapan menerima sepuluh calon pimpinan KPK, bukan delapan. Meski begitu, apa keputusannya nanti, baru akan diputuskan melalui pleno.
"Sebetulnya yang kita inginkan pansel serahkan sepuluh nama calon pimpinan KPK. Atau, delapan nama yang akan diserahkan oleh Pansel nanti, ini masih jadi perdebatan. Yange jelas, kemarin Komisi III plenonnya tetap minta sepuluh nama," kata Aziz.
Dikatakan pula, Komisi III DPR tidak akan mempermasalahkan darimana latar belakang para calon pimpinan KPK. Meski begitu, saat uji kelayakan dan kepatutan nanti latar belakang para calon, tetap akan dijadikan pertimbangan oleh DPR.
"Latar belakang calon berasal dari mana, tidak begitu penting. Meski nantinya pasti akan jadi pertimbangan, karena pola fikir yang nanti akan menjadi pimpinan KPK pola fikirnya akan berbeda. Disatukan dengan satu pimpinan yang kolektif kolegial," Aziz menjelaskan.
Gerilya Pengusaha
Dalam kesempatan terpisah, Ketua Presidium Indonesian Police Watch (IPW) Neta S Pane mengungkap, beberapa kalangan pengusaha kini sudah mulai bergerilya ke kalangan DPR, untuk meloloskan salah satu calon pimpinan KPK. Neta menegaskan, aksi para pengusaha sudah sampai ke pimpinan DPR.
"Semalam sudah kami deteksi, ada kelompok pengusaha yang sudah bermanuver untuk meloloskan jagonya. Siapa dia, saya tak bisa ungkap. Yang jelas, selain pengusaha, juga ada mantan pimpinan KPK," jelas dia.
Selain kelompok pengusaha, juga ada dari kalangan kepolisian, unsur mantan pimpinan KPK dan dari penguasa yang ngotot meloloskan salah satu calon. "Mereka ingin memegang pimpinan dan deputi penindakan. Yang jelas, IPW menolak KPK dipimpin oleh polisi, hakim dan jaksa. Kalau ada lagi mereka, buat apa ada KPK, lebih baik dibubarkan saja. Kalau ada polisi di unsur KPK, maka jangan harap korupsi di KPK akan disentuh," Neta menandaskan.
IPW meminta Komisi III DPR dapat konsisten pada esensi awal didirikannya KPK. Menurutnya, lebih baik polisi, jaksa, dan hakim membenahi institusi mereka dari pada berbondong-bondong mencalonkan diri sebagai pimpinan KPK. "Perwakilan polisi, jaksa, dan hakim di KPK dapat menjadi palang pintu pengungkapan kasus korupsi, sehingga tidak terungkap," tegas dia.(spr/rob/biz)
|