MEDAN, Berita HUKUM - Asosiasi Pedagang Buku Lapangan Merdeka (Aspelbram), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan bersama beberapa LSM akan menggugat Wali Kota Medan terkait penggusuran pedagang buku Lapangan Merdeka. Mereka juga siap melawan sampai titik darah penghabisan, apabila rencana itu tetap dilakukan. "Kita gugat Wali Kota Medan sekarang, Kita lengserkan dia sekarang. Penggusuran tanpa rencana yang matang dan relokasi yang jelas, hanya baru kali ini dilakukan tidak jelas", ujar Wakil Direktur LBH Medan Muslim Muis kepada wartawan disela - sela pengaduan Aspelbram di Kantor LBH Medan, Jumat (14/09).
Menurutnya, pedagang buku ini tidak salah melakukan gugatan. Sebab, merupakan Masyarakat Kota Medan. Selama ini keberadaanya sangat dibutuhkan, terutama mencari buku murah. "Dimana lagi menjual buku dengan harga termurah. Ditakutkan ini akan membodohkan masyarakat Kota Medan. LBH siap di depan melakukan gugatan", tambah Muis.
Sejauh ini Pemko Medan belum menyebutkan lokasi baru bagi pedagang apabila digusur. Relokasi hanya sebatas wacana. Hal ini merupakan teror psikologis bagi pedagang. Pemko Medan sendiri belum mencabut Surat Keterangan (SK) Wali Kota Medan yang dikeluarkan 2003 lalu, dan SK tersebut berdasarkan rekomendasi DPRD Medan. Apabila ingin dilakukan relokasi seharusnya SK lama dicabut dahulu.
"Relokasi tidak pernah dibicarakan sampai sekarang secara langsung. Dananya dari mana, dimana lokasi pastinya. Pemko Medan hanya membicarakan pembangunan jembatan penyebrangan menuju citychek (stasiun) dengan biaya Rp 18 miliar. Manusia didalamnya tidak pernah dibicarakan", jelas Ketua Harian Aspelbram Ronald Sitorus.
Menurut mereka, seharusnya rencana relokasi dibicarakan sejak awal. Sejauh ini mereka tidak tahu lokasi baru. Jalan Pegadaian dan kawasan Mandala belum pasti. Mereka juga tidak bisa menanyakan persoalan ini. "Kami rasa wartawan lebih tahu dimana lokasinya. Kami tidak tahu. Ditanya sama petugas, jawaban ini perintah pimpinan. Kami disuruh kosongkan. Sejauh ini kami tetap bertahan", tegasnya.
Mereka juga menegaskan, kedatangan ke LBH Medan ingin meminta perlindungan hukum. Selain itu harapan yang diutarakan, mereka bisa duduk bersama dengan Pemko Medan, DPRD Medan, PT KAI Medan untuk membicarakan ini. Sebab, mereka berjualan dilokasi sekarang berdasarkan SK yang jelas, dan juga membantu biaya pendidikan menjadi murah serta dengan tidak adanya pembayaran retribusi membuat penjualanan buku juga bisa meningkat. "Kalau pembangunan jembatan tersebut merupakan program nasional, kami juga mendukung program nasional, turut mencerdasakan anak bangsa", pungkasnya.
Sementara itu, Ketua Umum Aspelbram Max Simangunsong menegaskan, penggusuran ini menghilangkan hak - hak masyarakat. Sebab, rekolasi belum ada, mereka sudah diminta untuk mengosongkan tempat. "Kami akan melawan bila dipindahkan. Mandala itu bukan tempat bisnis. Jauh dari pusat kota, pemerintah kurang memikirkan nasib kami kedepanya seperti apa. Kami sudah berjualan di lokasi Titi Gantung sejak 1960, kemudian pindah disisi Lapangan Merdeka sejak 2003", ucapnya.
Apabila Pemko Medan hendak memaksakan kehendak, maka mereka akan bersatu menentang pengosongan. Pihaknya akan menyusun kekuatan mencegah terjadinya pengosongan. "Kami tidak akan keluar. Sebelum ada penyelesaian yang nyata. Sampai mati kami akan bertahan", tegasnya.
Max juga mengatakan, saat ini ada 180 kios toko buku berjualan di Lapangan Merdeka. Seharusnya pemimpin di kota ini memikirkan kesejahteraan rakyat. Oleh sebab itu pedagang buku di Lapangan Merdeka secara tidak langsung telah menjadikan rakyat pintar. Dari seluruh daerah khususnya masyarakat kota medan sangat dibantu dengan kehadiran buku-buku bekas dan baru di Lapangan Merdeka yang harganya sangat bisa dijangkau oleh masyarakat, dan juga pedagang buku bukan sekadar memenuhi keperluan buku-buku lama. Akan tetapi sudah menjadi ikon di Kota Medan. Bahkan hingga hari ini masih menjadi satu - satunya pilihan dalam mencari buku murah yang berkualitas di antara toko - toko buku modern.
"Memikirkan hak - hak pedagang, jangan asal tindak saja dengan mengabaikan kepentingan masyarakat. jadi, ada 180 jiwa yang hidupnya bergantung dari jualan buku ini. Kelanjutan hidup, kelanjutan pendidikan. Kami bisa menyekolahkan anak kami sampai perguruan tinggi dari hasil menjual buku", pungkasnya.(bhc/fiq)
|