JAKARTA, Berita HUKUM - Kasus kekerasan yang lagi-lagi menimpa kepada para Jurnalis, kembali dialami wartawati Paser TV Kalimantan Timur, Nurmila Sari Wahyuni atau Yuni, 23th, hingga membuat korban keguguran, segera direspon Tim Advokasi Dewan Pers.
Tim Advokasi Dewan Pers akan mengawasi penyidikan kasus tersebut hingga tuntas, bahkan mencarikan pasal yang tepat, untuk membuat jera pelaku pengeroyokan tersebut.
Penegasan ini diungkapkan Ketua Tim Advokasi Dewan Pers, Kamsul Hasan saat ditemui di gedung Dewan Pers, Jakarta, Selasa (5/3). Menurut Kamsul, untuk kasus kekerasan yang menimpa Yuni saat sedang meliput di Desa Rantau Panjang, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur, langsung dipelajari oleh Tim Advokasi.
"Tim berpendapat terhadap pelaku kekerasan, lebih tepat bila dijerat dengan Pasal 170 KUHP, dimana semua unsurnya terpenuhi. Mulai dari bersama-sama melakukan penganiayaan hingga akibatnya korban mengalami luka berat," kata Kamsul.
Pengenaan pasal tersebut, tepat untuk membuat jera pelakunya, karena ancaman hukumannya lima tahun ke atas. Dijelaskannya, kekerasan yang dialami Yuni tergolong penganiayaan berat, karena menyebabkan janin lima bulan yang dikandung korban gugur.
"Karena itu tidak tepat bila hanya dikenakan oleh Undang-Undang (UU) Pers, yang hanya diancam hukuman dua tahun penjara. Sekarang ini kita ingin ada efek jera terhadap pelaku kekerasan terhadap wartawan, karena itu dicarikan pasal yang paling cocok dan paling berat," terang Kamsul.
Ditambahkannya, kerja tim yang mengawal terus kasus tersebut, tidak sia-sia karena pada awalnya hanya satu yang ditetapkan sebagai tersangka, yaitu sekretaris desanya saja. "Tetapi karena terus dipush (didesak) maka kenalah kepala desanya, sehingga semua unsur dalam Pasal 170 KUHP yang kami laporkan jadi terpenuhi, karena mereka berdua bersama sama melakukan penganiayaan," ujar Kamsul.
Tidak hanya mengawal kasus tersebut hingga tuntas, tim juga akan mempelajari apakah ada standar keselamatan wartawan yang dilanggar oleh perusahaan tempat Yuni bekerja. "Apakah wartawan yang sedang hamil lima bulan masih layak melakukan peliputan? Kalau dalam UU Ketenagakerjaan, tenaga kerja wanita yang hamil lima bulan, masih layak untuk bekerja. Karena itu akan kita lihat hal-hal lain yang menjadi penyebab hingga terjadinya kekerasan terhadap Yuni," papar Kamsul.
Terkait dengan kasus kekerasan terhadap wartawan sendiri, telah dibentuk Satgas (Satuan Tugas) Perlindungan Wartawan, dimana fungsi tugas Satgas sendiri adalah memproses orang yang melakukan kekerasan terhadap Wartawan, dan memberikan perlindungan terhadap Wartawan yang bersengketa.
"Satgas sendiri tidak peduli apakah wartawan itu berasal dari mana atau organisasinya apa, yang jelas', Satgas memberikan perlindungan terhadap wartawan yang mengalami kekerasan," urai Kamsul.
Sementara itu menurut Ketua Pokja Pengaduan Masyarakat dan Penegakan Kode Etik Dewan Pers, Agus Sudibyo, dalam peraturan jelas disebutkan bahwa kalau perusahaan pers harus menjamin keselamatan terhadap Wartawan dan menyebutkan dengan jelas, jaminan keselamatan yang diterima wartawan dalam kontrak kerjanya.
Selain itu, ada satu lagi peraturan tentang standar kelayakan media, dimana kalau ada perusahaan media yang tidak mentaati kedua peraturan tersebut, maka akan diumumkan di media.
"Itulah sanksi yang dapat diberikan oleh Dewan Pers terhadap media yang tidak memperhatikan keselamatan wartawannya," kata Agus.
Dijelaskannya lagi bahwa dari sekian ribu media massa yang ada di Indonesia, pihaknya mencatat hanya 300 media massa yang memenuhi standar kelayakan media.
"Diumumkan ke media sebagai bahan evaluasi," kata Agus. Terhadap kasus Yuni sendiri, pihaknya akan berlaku fair, bila dalam kasus tersebut ditemukan ada background yang tidak pas dari pihak wartawan dan perusahaan tempat Yuni bekerja.
"Kalau ternyata ada Wartawan yang berkontribusi sehingga terjadinya kekerasan tersebut, maka kedua pihak salah, baik Wartawan maupun pelaku kekerasan," ungkap Agus.
Sebagaimana diketahui, Wartawati Paser TV Kalimantan Timur, Nurmila Sari Wahyuni atau Yuni, 23th, dikeroyok 16 orang hingga mengalami keguguran. Yuni dikeroyok saat sedang mengambil gambar di Desa Rantau Panjang, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur, Sabtu (2/3).
Hingga kini Polda Kalimantan Timur yang menyidik kasus tersebut, menetapkan Sekretaris Desa Rantau Panjang dan Kepala Desa Rantau Panjang sebagai tersangka. (bhc/mdb) |