MAKASSAR, Berita HUKUM - Anggota Komisi V DPR RI Hamka B. Kady yakin Rancangan Undang-Undang tentang Sumber Daya Air (RUU SDA) yang draftnya sedang disusun Komisi V tidak akan dibatalkan Mahkamah Konstitusi RI, seperti Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004.
Pasalnya, pertama. karena landasan filosofis RUU SDA ini sudah memenuhi Hak Azasi Manusia sebagaimana diamanatkan UUD 1945. Kedua, dalam RUU ini yang menyangkut hajat hidup orang banyak harus dikuasai dan diatur oleh negara.
"Kalau frame berpikir kita berangkat dari kedua hal tersebut untuk menyusun pasal demi pasal, ayat demi ayat yang filosofisnya, ruhnya berdasarkan UUD 1945 tidak ada alasan lagi MK untuk menolak UU ini ke depan," jelasnya usai Forum Group Discussion yang diselenggarakan Komisi V di Kampus Universita Hasanudin, Makassar, Kamis (30/3)
Oleh karena itu, lanjut legislator dari Golkar ini, yang harus dipikirkan dalam RUU SDA ini adalah substansinya harus sesuai dengan HAM dan pemanfaatnya harus dikelola dengan baik karena obyeknya adalah air. Sebagaimana mengemuka dalam FGD tersebut, bahwa air yang harus diatur adalah sumbernya, pemanfaatannya dan pengaturannya.
"Dari sisi pengaturan inilah yang kita rumuskan sekarang. Banyak Undang-Undang yang terkait disini. Jadi harus kita waspadai dan teliti betul, karena UU SDA ini banyak terkait dengan UU Perikanan, UU Kehutanan dan UU Otonomi Daerah," paparnya.
Ia menegaskan, dengan UU ini tidak akan ada lagi aturan atau kewenangan yang diberikan atau dilimpahkan kepada swasta.Semua harus dikelola oleh negara. Apakah dalam bentuk BUMN atau BUMD.
"Karena SDA ini tidak boleh diprivatisasi atau diswastakan. Kalau sudah diswastakan yang akan muncul adalah provit oriented. Sedangkan ini menyangkut kebutuhan orang banyak untuk hidupnya," mantapnya.
Sementara, Wakil Ketua Komisi V DPR RI Sigit Sosiantomo mengatakan, sebelum beranjak ke persoalan yang lebih tekhnis terkait RUU SDA, harus memastikan terlebih dahulu domain pengaturan RUU SDA tersebut sejauh mana.
"Dari FGD tadi kelihatan bahwa ada banyak hal yang perlu diatur dalam UU SDA ini supaya menjadi pengganti UU yang dibatalkan oleh MK yaitu UU Nomor 7 Tahun 2004. Saya melihat besar harapan masyarakat terhadap pengaturan SDA dan pengaturan UU SDA ini terhadap Stakeholders itu sangat dominan berupa sinergi yang baik karena UU Ini kita tahu terkait dengan beberapa kementerian," ungkap Sigit Sosiantomo (F-PKS).
Lebih lanjut, Sigit memaparkan beberapa kementerian yang terkait dalam pembahasan pembagian domain pengaturan RUU SDA tersebut. Diantaranya, untuk air permukaan itu Kementerian PUPERA, untuk air bawah tanah terkait Kementerian ESDM. Sedangkan, untuk air baku seperti embung, danau atau lainnya terkait dengan pencemarannya itu masuk ke ranah Kemen-LHK.
"Jadi, ini saya kira lintas Kementerian. Saya berharap ada sinergi yang baik nanti dalam pembahasan UU ini ketika kita bicara area yang mau diatur oleh UU ini. Areanya bisa sangat luas bahkan tadi ada masukan-masukan termasuk mengatur sungai di bawah tanah, bukan air tanah bukan tapi sungai di bawah tanah. Penggunaanya, pemanfaatannya termasuk air tawar yang ada di bawah laut atau deepwater istilahnya seperti itu . Saya kira ini area yang perlu kita cermati nanti kita mau bawa RUU," lanjut Politisi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) tersebut.
Terkait pengelolaan sumber daya air di Indonesia, Sigit mengatakan Pengelolaan SDA dalam negeri masih belum maksimal dan bervariatif. Mengingat, pengelolaan air tawar di dalam laut saja masih jadi lirikan bagi perusahaan asing yang ingin berinvestasi di Indonesia.
"Air tanah itukan belum banyak diusahakan, untuk air minum lebih banyak mengusahakan air permukaan. Yang banyak main di air tanah ini kan perusahaan-perusahaan swasta khususnya mall-mall, apartemen, super blok dan seterusnya. Nah ini perlu diatur juga sementara PDAM yang banyak memenuhi hajat hidup orang banyak terkait dengan air minum itu hanya menggunakan air permukaan yaitu air sungai yang ada di permukaan. Jadi saya kira ini yang saya lihat pengaturannya yang masih banyak diusahakan adalah air permukaan. Sedangkan air tanah apalagi sungai bawah tanah itu belum diatur," ungkap Sigit.
"RUU SDA ini masih kita pikirkan domainnya dimana, bordernya apa, limitnya apa, kemudian secara struktural ini dibahas level apa, apa wewenang pemerintah pusat, pemerintah provinsi daerah kota kabupaten. Ini masih kita pikirkan, apalagi ini baru FGD pertama," terang Sigit Sosiantomo.(ndy,mp/sc/DPR/bh/sya) |