PEKANBARU, Berita HUKUM - Potensi kekayaan alam dan sumber energi di Provinsi Riau sangat berlimpah. Misalnya saja, total produksi minyak bumi dan gas alam, dapat mencapai 40 persen dari total produksi nasional. Belum lagi, kekayaan alam berupa hutan dan perkebunan.
Namun sayangnya, tata kelola sumber daya alam belum mencerminkan semangat transparansi dan akuntabel yang bisa menyejahterakan masyarakat. Dari sejumlah gubernur, tiga di antaranya terjerat kasus korupsi. Itu sebab, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan asistensi secara khusus kepada provinsi yang rawan korupsi untuk mendorong tata kelola pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi pada pertengahan Februari lalu.
Selain itu, Riau juga termasuk provinsi yang disupervisi pada kegiatan Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Kedaulatan Energi. Ini menjadi penting, sebab telah banyak kerugian negara yang hilang dari buruknya tata kelola sektor energi.
"Kalau melihat potensi kerugian negara di sektor energi dari dulu sampai sekarang, triliunan rupiah. Termasuk Riau yang harus segera memperbaiki sektor migasnya," ujar Wakil Ketua KPK Laode M. Syarief, dalam Rapat Koordinasi dan Supervisi "Gerakan Nasional Mewujudkan Kedaulatan Energi" di Pekanbaru, Kamis (17/3) lalu. Rapat ini diselenggarakan untuk lingkup empat provinsi, yakni Riau, Kepulauan Riau, Sumatera Utara dan Nangroe Aceh Darussalam (NAD).
Sejumlah pemangku kepentingan juga turut hadir, antara lain Plt. Gubernur Sumur Tengku Erry Nuradi, Plt Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman, Wakil Gubernur Kepulauan Riau Nurdin Basirun, Gubernur Aceh Zaini Abdullah, Sekjen Kementerian ESDM M. Teguh Pamuji, Dirjen Migas IGN Wiratmaja Puja, Wakil Kepala SKK Migas M.I. Dzikrullah, dan Kepala BPH Migas Andy Noorsaman Sommeng.
Menurut Syarif, ada empat sektor yang menjadi perhatian kegiatan ini, yakni di sektor perkebunan sawit, pembangunan infrastruktur, migas dan sumber daya alam. Ketidaktransparan pemerintah daerah dalam menjalankan keempat sektor itu, menjadi titik lemah terjadinya korupsi.
"Kita akan melihat bagaimana sistem pemerintahan di sini seperti apa, sistem tata kelola perizinan dan pengelolaan APBD. Jadi dukungan seperti itu yang akan kita berikan bagi pemerintah daerah," ungkapnya.
Syarif menambahkan selain di sektor migas, KPK juga akan awasi sektor perkebunan dan pertanian di empat provinsi tersebut. Dari kegiatan ini, kata Syarif, KPK akan mengoptimalkan fungsi-fungsi pencegahan untuk mendorong perbaikan sistem, regulasi/kebijakan, peningkatan kapasitas kelembagaan serta untuk merangkul partisipasi publik secara luas.
"Ini semua, agar masyarakat bisa lebih sejahtera dan lebih hebat juga," ujarnya.
Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman mengakui permasalahan transparansi dan tumpang tindih peraturan lahan di wilayah kerja migas masih menjadi kendala utama selama ini. Selain itu, perlu dibangunnya mekanisme dan prosedur laporan lifting migas oleh SKK Migas agar dapat dengan mudah diakses oleh pemerintah.
"Perlunya transparansi, konsistensi dan akuntabilitas dalam cash recovery sebagai dasar perhitungan lifting migas bagian pemerintah. SKK Migas juga perlu membangun mekanisme dan prosedur laporan lifting migas melalui KKKS yang dapat diakses oleh pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota/daerah penghasil migas," ujar Rachman.
Riau menjadi provinsi pertama dalam penyelenggaraan rapat pedana kegiatan Koordinasi dan Supervisi Sektor Energi. Kegiatan ini juga sekaligus mengevaluasi atas serupa sebelumnya yang fokus pada pertambangan mineral dan batubara di 32 provinsi. Dalam kesempatan ini, juga diluncurkan Gerakan Nasional untuk Mewujudkan Kedaulatan Energi melalui Koordinasi dan Supervisi Pengelolaan Sektor Energi.
Dari Korsup Minerba tahun lalu, KPK memandang penting untuk memperluas kegiatan koordinasi dan supervisi di sektor energi yang mencakup minyak dan gas (migas), mineral dan batubara (minerba), listrik, Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), yang selanjutnya disebut Korsup Energi.(kpk/bh/sya)
|