Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Peradilan    
PHK
Dua Pekerja Persoalkan Ketentuan PHK Dalam UU Ketenagakerjaan
Thursday 20 Dec 2012 10:09:07
 

Gedung Mahkamah Konstitusi.(Foto: BeritaHUKUM.com/mdb)
 
JAKARTA, Berita HUKUM - Ketentuan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) saat perusahaan melakukan penggabungan usaha (merger) dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan dianggap multitafsir. Menurut para Pemohon, Dunung Wijanarko dan Wawan Adi Swi Yanto, Pasal 163 ayat (1) UU Ketenagakerjaan telah merugikan hak konstitusionalnya. ”Karena menghilangkan hak pekerja atau buruh dalam mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja,” ungkap Kuasa Hukum Pemohon P Sanjaya Samosir, dalam sidang Perkara No. 117/PUU-X/2012, Rabu (19/12) di Ruang Sidang Pleno MK.

Pasal 163 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang dipersoalkan pekerja PT ABB Transmission dan Distribution itu berbunyi, “Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh dalam hal terjadi perubahan status, penggabungan, peleburan, atau perubahan kepemilikan perusahaan dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja, maka pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang perhargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan dalam Pasal 156 ayat (4)”.

Pemohon berpandangan, kata “...dapat...” dalam pasal tersebut mengandung makna yang tidak jelas dan tidak tegas, sehingga menimbulkan penafsiran yang berbeda, baik oleh pekerja (Pemohon) maupun pengusaha. “Karena kata "dapat" dalam Pasal 163 ayat (1) tersebut bersifat fakultatif sehingga perusahaan menafsirkan bahwa ia berhak untuk melakukan atau untuk tidak melakukan PHK,” tulis Pemohon dalam permohonannya. Dengan kata lain, ujar Pemohon, Pasal itu bisa ditafsirkan bahwa pengusaha punya kewenangan mutlak untuk melakukan PHK atau tidak melakukan PHK.

Padahal, kata Sanjaya, sebenarnya Pasal terebut memposisikan pekerja/buruh dan perusahaan secara adil. Di mana, jika pekerja tidak ingin melanjutkan bekerja di perusahaan pasca penggabungan, maka perusahaan melakukan PHK terhadap pekerja tersebut. Dan pekerja menerima hak-haknya sebagaimana ditentukan dalam UU Ketenagakerjaan.

“Hal ini jelas mengabaikan pengakuan, jaminan, perlindungan, kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum bagi para pekerja yang tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja dengan perusahaan hasil penggabungan, dikarenakan hak atas kompensasi PHK yang diterima pekerja apabila dikualifikasi mengundurkan diri jauh lebih sedikit dibandingkan dengan hak yang diterima apabila terjadi PHK berdasarkan Pasal 163 ayat (1) UU Ketenagakerjaan,” papar Pemohon.

Berdasarkan argumen tersebut, dalam petitum permohonannya, Pemohon meminta kepada Mahkamah untuk menyatakan ketentuan yang diuji itu betentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, sepanjang tidak dimaknai pengusaha harus melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja, maka pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai ketentuan dalam Pasal 156 ayat (4). “Ketentuan Pasal 163 ayat (1) UU Ketenagakerjaan bertentangan dengan Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 28D ayat (1) dan (2) Undang-Undang Dasar 1945,” tegas Sanjaya Samosir.

Setelah mendengarkan pokok-pokok permohonan, Pemohon kemudian diberi nasehat dan saran untuk memperbaiki permohonannya oleh Panel Hakim yang terdiri dari Hakim Konstitusi Harjono (Ketua Panel), Achmad Sodiki dan Anwar Usman. “Alasan kenapa hak saudara dalam UUD telah hilang, hal itu coba saudara uraikan,” kata Harjono.(ddi/mk/bhc/opn)



 
   Berita Terkait > PHK
 
  10 Ribu Buruh Sritex Kena PHK, Mintarsih Ungkap Mental Masyarakat Terguncang
  Anggota DPR Ingatkan Proses PHK Harus Sesuai UU Ketenagakerjaan
  Komitmen Diaspora Membantu Korban PHK dan Terdampak Covid-19
  Kadin Perkirakan Angka PHK Lebih Besar Dari Data Pemerintah, Bisa Mencapai 15 Juta Orang
  Pemerintah Harus Siapkan Strategi Hadapi Gelombang PHK
 
ads1

  Berita Utama
Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

Istana Dukung Kejagung Bersih-bersih di Pertamina: Akan Ada Kekagetan

Megawati Soekarnoputri: Kepala Daerah dari PDI Perjuangan Tunda Dulu Retreat di Magelang

Usai Resmi Ditahan, Hasto Minta KPK Periksa Keluarga Jokowi

 

ads2

  Berita Terkini
 
Kasus Korupsi PT BKS, Kejati Kaltim Sita Rp2,5 Milyar dari Tersangka SR

Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

10 Ribu Buruh Sritex Kena PHK, Mintarsih Ungkap Mental Masyarakat Terguncang

Anak 'Crazy Rich' Alam Sutera Pelaku Penganiayaan, Sudah Tersangka Tapi Belum Ditahan

Kasus Korupsi Pertamina, Legislator Desak Audit Total BUMN Migas

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2