JAKARTA, Berita HUKUM - Sebanyak 10 (sepuluh) kementerian/lembaga (K/L) telah menandatangani Service Level Agreement (SLA) dengan PT PLN (Persero) di Istana Wapres, Jakarta, Jumat (23/3) siang. Penandatangan ini disaksikan oleh Wakil Presiden (Wapres) Boediono.
Kesepuluh kementerian/lembaga dimaksud adalah Kementerian Keuangan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Badan Usaha Milik Negara, Kementerian Kehutanan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Dalam Negeri, Badan Pertanahan Nasional, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi dan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi.
Penandatanganan SLA ini merupakan komitmen 10 kementerian/lembaga tersebut sebagai bagian dari pelaksanaan mandat penyempurnaan kebijakan subsidi listrik sebagaimana tercantum dalam Undag-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RJPP) Nasional. SLA disusun demi mendukung sektor ketenagalistrikan, sektor yang sangat strategis dalam mendukung tercapainya target pertumbuhan ekonomi dan penyehatan APBN.
Bukan Sekedar Nota Kesepahaman
Wakil Presiden Boediono mengucapkan selamat atas ditandatanganinya SLA pertama antara pemerintah dan PT PLN. Ia berharap agar koordinasi strategis yang terjadi ini outputnya tiada lain adalah peningkatan pelayanan kepada publik.
Wapres menekankan bahwa SLA adalah kontrak kerja, bukan sekedar nota kesepahaman yang seringkali tak terdengar keberlanjutannya. Sebuah kontrak kerja, kata Wapres, memiliki hak dan kewajiban masing-masing sehingga sasaran dan targetnya pun jelas. Hal ini adalah langkah maju dari kerjasama pemerintah dan BUMN dalam melayani publik yang sebelum ini tidak memiliki skema kerjasama yang jelas.
"Tadi disebutkan SLA ini bisa diterapkan ke yang lain. Ini ide bagus, kita mengharapkan contoh yang bagus juga dari yang pertama ini. Saya kira setiap bentuk Public Service Obligation (PSO) bisa dijadikan SLA. Ini adalah suatu eksperimentasi dari sesuatu yang sudah lazim dilakukan di swasta," kata Wapres.
Wapres berharap agar mereka yang menandatangani SLA ini membentuk suatu forum komunikasi yang sekaligus bisa melakukan sistem monitoring dan melihat apa-apa yang sudah dipenuhi dan yang belum. "Selanjutnya agar terus diperdalam, SLA ini memiliki implikasi yang tertulis maupun tidak tertulis. Selamat melaksanakan SLA yg pertama antara pemerintah dan BUMN, moga-moga berhasil," kata Wapres.
Menteri Keuangan Agus Martowardoyo saat memberikan pengantar mengatakan, penerapan SLA antara Pemerintah RI dan PT PLN merupakan pola baru dari pemerintah terhadap penugasan yang diberikan kepada suatu BUMN (Badan Usaha Milik Negara). Adanya penugasan pemerintah kepada BUMN untuk melakukan pelayanan publik bukan berarti melepaskan tanggung jawab pemerintah.
“Pada prinsipnya tanggung jawab pelayanan publik tetap melekat sebagai tanggung jawab pemerintah yang diwakili oleh kementerian dan lembaga. Tanggung jawab dimaksud bukan hanya tanggung jawab di sisi keuangan atau subsidi, namun termasuk tanggung jawab di sisi teknis dan sector,” jelas Agus.
Ia mengingatkan, inti dari SLA adalah transparansi, koordinasi dan semangat untuk bersama-sama (khususnya di level teknis kementerian dan lembaga) mencari solusi terbaik atas isu-isu yang menghalangi suatu BUMN dalam melaksanakan penugasan pelayanan publik. Dengan SLA, diharapkan beban subsidi atas suatu penugasan kepada BUMN dapat diminimalisir. Ke depan, PLN diharapkan mampu berdiri sendiri, dan dapat bersaing di tingkat global.
“Untuk itu, PLN terus didorong untuk mampu meningkatkan kualitas pelayanannya, memperbaiki efisiensi operasionalnya, dan pada akhirnya akan mengurangi beban subsidi listrik pemerintah,” papar Menteri Keuangan.
Komitmen 10 kementerian/lembaga
Service Level Aggreement (SLA) ini merupakan kesepakatan (bersama) tertulis mengenai hak dan kewajiban para pihak dalam proses penyediaan tenaga listrik. Maksud diadakannya SLA adalah untuk:
a. memperkuat dan mempercepat pelaksanaan koordinasi serta komunikasi antara para menteri, kepala lembaga dan PT PLN.
b. memperjelas pembagian tugas dan mengharmonisasikan langkah dan kegiatan antar para menteri, kepala lembaga dan PT PLN guna mencapai tujuan.
Tujuan SLA atau Kesepakatan Bersama ini adalah untuk melakukan koordinasi dalam pelaksanaan fasilitas dan pemberian dukungan agar subsidi listrik yang dikelola oleh PT PLN (Persero) dapat diturunkan dan lebih tepat sasaran. Tanpa SLA, dalam 4 tahun ke depan subsidi listrik diperkirakan mencapai Rp 440 triliun atau rata-rata Rp 110 triliun per tahun. Namun, dengan SLA, ditargetkan subsidi listrik dapat turun sampai dengan Rp 20 triliun per tahun.
Melalui SLA, PT PLN berkewajiban menyediakan pasokan listrik dengan standar yang telah ditentukan, serta memastikan bahwa semua rencana pembangunan infrastruktur listrik berjalan tepat waktu. Di saat yang bersamaan pemerintah berkewajiban tidak hanya memberikan subsidi listrik, tetapi juga menjamin ketersediaan pasokan energi primer bagi proses produksi penyediaan tenaga listrik, serta dukungan-dukungan lainnya seperti pemberian izin baik di sektor lingkungan hidup, perhubungan, pengadaan tanah dll.(es/skb/bhc/rby) |