JAKARTA (BeritaHUKUM.com) - DPR RI menyandang predikat sebagai lembaga terkorup karena calon legislatif harus mengeluarkan banyak uang untuk mendapatkan kursi empuk di Senayan ini. Benarkah?
"Memang sistem Pemilu yang menyebabkan biaya politik mahal. Karena itu politisi berlomba-lomba mencari uang untuk memenuhi kebutuhan tersebut," ujar Sebastian Salang, koordinator Forum Masyarakat Pemantau Parlemen Indonesia (Formappi) dalam diskusi Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu (9/6).
Kata dia, partai politik di Indonesia mengandalkan dana partai dari anggotanya yang duduk di DPR. Dana partai ini digunakan untuk membiayai operasional dan kegiatan-kegiatan partai.
"Memang perilaku hedon saat ini yang membuat biaya setiap anggota menjadi sangat mahal,” ujar dia.
Bahkan, sambung dia, banyak anggota DPR yang sudah kaya, tapi memiliki perilaku serakah. Dampaknya bagi perpolitikan nasional, anggota DPR akan selalu mencari penghasilan tambahan guna mendanai Pemilu berikutnya yang juga mahal.
Sebelumnya, Soegeng Sarjadi Syndicate (SSS) menempatkan DPR sebagai lembaga paling korup, menyusul gencarnya kasus korupsi yang melibatkan anggota parlemen. Sebanyak 47 persen responden menilai DPR lembaga paling korup. Di bawah DPR, ada kantor pajak (21,4 persen) dan kepolisian (11,3 persen).
Menurut SSS, sebanyak 62,4 persen responden menyebut anggota dewan hanya mencari nafkah semata. Sebanyak 52,6 persen responden menganggap DPR hanya sebagai tempat berkumpulnya orang partai. (bhc/jn/rat)
|