JAKARTA, Berita HUKUM - Dr. Fuad Bawazier, mantan Menteri Keuangan pada kabinet Pembangunan VII menilai program Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty (TA) pemerintah Indonesia sejak awal didengungkan untuk memulangkan dana-dana milik orang Indonesia yang disimpan di luar negeri atau wajib pajak pengusaha besar, konglomerat, dan atau exportir kakap warga Indonesia, namun mengapa sekarang ke semua wajib pajak atau massif alias wajib pajak gurem.
"Siapa pemilik dana dan atau aset diluar negeri tersebut? tentu wajib pajak atau pengusaha besar, konglomerat, dan atau exportir. Jadi subjeknya pengusaha besar alias wajib pajak elit," ungkapnya, menurut keterangan tertulis yang diterima pewarta di Jakarta, Minggu (28/8).
"Namun, tapi kenapa kini justru malah pengampunan pajak diarahkan ke semua wajib pajak atau massif alias wajib pajak gurem. Hingga masyarakat kecil, termasuk pensiunan gelisah dan merasa ketakutan dikejar-kejar aparat pajak," jelas politikus yang juga sempat menjadi anggota MPR-RI dari PAN periode 1999-2004 itu.
"Apa motif dan pertimbangan pengalihan sasaran pengampunan pajak itu? Benarkah karena wajib pajak elit dan konglomerat tidak yakin pada kejujuran pemerintah RI? Apalagi diam-diam ada bisikan kalau Singapore sampai kapanpun tidak akan membuka data keuangan orang Indonesia yang ada di Singapore," cetusnya.
Soalnya, menurut Fuad Bawazier, "Boro-boro melepas duitnya orang Indonesia, mengirimkan balik orangnya saja (ekstradisi), Pemerintah Singapore menolak. Kini, para wajib pajak kakap percaya bahwa 'exchange of information' data keuangan/perbankan pada tahun 2018 itu tidak akan terjadi. Jadi para konglomerat/wajib pajak BESAR kini senyum-senyum dan tenang saja," ujar Fuad Bawazier.
"Apakah pengusaha-pengusaha besar tersebut akan ikut program Tax Amnesty ? Tentu saja ikut tapi hanya formalitas alias kecil saja; yang penting ikut Tax Amnesty (TA) agar bisa mendapatkan 'Surat Sakti Pajak' hingga tidak lagi diperiksa atau di obok-obok aparat pajak. Jadi sementara WP yang besar-besar kini tersenyum, justru rakyat kecil yang kini diuber-uber ketakutan," tuturnya.
Luar biasa anehnya pemerintahan ini, agar TA bisa berhasil maka haruslah adil dan 'berperasaan' dalam pelaksanaannya. Untuk itu pastikan dulu bahwa Presiden, Wakil Presiden, para menteri, semua anggota DPR dan DPRD, para Gubernur, Bupati, Walkot, Camat, Lurah, para Hakim, Jaksa, Para jenderal dan Politisi, direksi BUMN, Polisi, Bankers dan semua pejabat negara Kepala Kantor dan Dinas eselon 1, 2 dan 3 dan lainnya tanpa terkecuali, harus terlebih dahulu mengisi atau ikut Tax Amnesty sebagai contoh, agar program ini berhasil ungkap Ekonom kondang Indonesia yang juga pernah menjabat sebagai Direktur Jenderal Pajak tersebut menyarankan.
Soalnya, menurut Fuad tindakan tersebut paling tidak mengurangi kesan adanya 'teror' yang sedang ditebarkan negara pada rakyatnya. "Anggap saja kekeliruan dalam ide dasar Undang-undang TA ini sebagai upaya nasional untuk menolong APBN yang sedang sekarat, sehingga pemerintah minta bantuan rakyatnya. Meski namanya secara Undang-undang adalah tebusan pajak tapi bagi rakyat ada yang menganggapnya pajak, ada yang anggap sedekah, dana patriotisme dan seterusnya, yang penting sukses, terjangkau dan ikhlas?," tuturnya.
"Presiden dan DPR perlu turun tangan untuk meluruskan kembali ide dasar TA atau sekurangnya untuk meredakan keresahan masyarakat," pungkasnya.(bh/mnd)
|