JAKARTA, Berita HUKUM - Kantor Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI yang berlokasi di jalan Wahidin Jakarta Pusat pada Kamis (20/6) disambangi ratusan massa Asosiasi Petani Plasma Kelapa Sawit (APPKS) yang berunjukrasa meminta agar Pemerintahan Joko Widodo untuk tetap membebaskan pungutan Ekspor CPO atau tidak memungut lagi pungutan Ekspor CPO.
Seperti diketahui, berdasarkan peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.152/2018 tentang perubahan atas PMK no. 81/2018 mengenai tarif layanan Badan Layanan Umum (BLU) BPDKS pada Kementerian Keuangan, pungutan ekspor CPO baru bisa dikenakan bila harga menyentuh US$ 570/ton. Harga tersebut referensi sudah termasuk dalam rentang yang bisa dikenakan pungutan ekspor.
Sementara, menurut Sekjen APPKSI Arifin Nur Cahyono mengatakan bahwa, untuk saat ini Komite Pengarah Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) memutuskan untuk tidak mengenakan pungutan ekspor sampai muncul ketentuan baru, ungkapnya saat diwawancari wartawan di depan Gedung kantor Kementerian Keuangan RI, Jakarta, Kamis (20/6).
Lanjutnya menambahkan kalau harga Kelapa Sawit semenjak Pemerintahan Joko Widodo terus turun hingga mecapai harga titik terendah. "Harga belum stabil, sementara kami saja baru bernapas," jelasnya.
"Lalu, yang jadi pertanyaan, Mengapa tiba-tiba ada pemberlakuan kembali ?, soalnya kami merasa akan ada kemungkinan melemah lagi harga kelapa sawit," utaranya penuh tanda tanya.
Maka itulah, kemuka Sekjen APPKSI itu menegaskan bahwa kerap menolak adanya pungutan ekspor CPO, yang mana menurutnya dana pungutan itu tidak jelas. "Bahkan, sedari itu ada 80% pembiayaan bio fuel, hingga petani sendiri tidak merasakan manfaatnya," paparnya.
"Mestinya, untuk pinjaman, untuk membangun infrastruktur, semestinya seperti itulah harapan kami. Karena hanya pihak Konglomerasi saja yang memperoleh dampaknya tersebut, tukas Nur Arifin kembali," ujarnya.
Selanjutnya, masih di lokasi dan waktu yang sama. Salah seorang koordinator aksi di lapangan, sebutlah Fiqri menyampaikan bahwa, "hanya sebesar 0,1 persen saja dana pungutan ekspor CPO yang digunakan untuk program replanting kebun petani. Itupun petani dibebani dengan bunga pinjaman bank yang tinggi jika ikut program replanting dari BPDKS," ucapnya.
Fiqri pun mengatakan, apabila pungutan ekspor CPO diberlakukan lagi, pastinya akan menyebabkan jatuhnya harga CPO dari Indonesia. "Dan akan sulit bersaing dengan produk ekspor CPO Malaysia yang tidak dibebani pungutan ekspor," cetusnya.(bh/mnd) |