TURKI, Berita HUKUM - Indonesia tetap menentang segala bentuk terorisme dan penjajahan di dunia, karena sudah merupakan amanat dalam konstitusi Indonesia. Pemberantasan terorisme sebaiknya tidak menggunakan metode perang dingin, karena akan menyuburkan konfrontasi dan tentu tak sejalan dengan prinsip demokrasi.
Demikian disampaikan Ketua Delegasi DPR RI Roestanto Wahidi dalam Sidang Standing Committee Meeting on Political Affairs-Asian Parliamentary Assembly di Turki, baru-baru ini. Pertemuan tahun ini dihadiri 20 anggota parlemen dari 10 negara Asian Parliamentary Aseembly (APA). Selain Indonesia, ada Bahrain, Iran, Yordania, Kazahstan, Libanon, Pakistan, Rusia, Saudi Arabia, dan Turki sendiri sebagi tuan rumah.
Sidang juga membahas mengenai penguatan hubungan persahabatan di antara negara-negara anggota APA dan pelaksanaan the Second International Conference on Friendship and Cooperation untuk mengonsolidasi hasil-hasil konferensi APA pertama yang diadakan di Solo tahun 2011. Pertemuan rutin tahunan APA ini sempat vakum selama 3 tahun, karena krisis politik dan keamanan di Suriah yang terus memburuk.
Agenda utama yang dibahas dalam pertemuan ini adalah Measures and Methods of Materialization of Principles of Friendship and Cooperation in Asia, Engaging APA with Asian Governments and Inter-Governmental Organizations, Denunciation of Terrorism and Violent Extremism, dan Important Political Developments in Asia. Kesepakatan-kesepakatan yang dicapai terkait agenda tersebut dituangkan dalam empat rancangan resolusi yang kemudian diajukan ke Sidang Pleno APA untuk mendapatkan pengesahan.
Indonesia dalam sidang ini juga tetap berkomitmen untuk terus memelihara persahabatan dengan negara-negara anggota APA. Perdamaian dan stabilitas kawasan merupakan dua hal mutlak yang harus tetap dipertahankan untuk mendukung pembangunan kawasan menuju Asia yang maju dan sejahtera. Oleh karena itu, diserukan agar Parlemen negara-negara di kawasan perlu berperan aktif melalui fungsi legislasi, budget, dan pengawasan.(mh/dpr/bhc/sya) |