JAKARTA, Berita HUKUM - Kuasa Hukum PT Mulia Persada Pasific (MPPC) Fredrich Yunadi menegaskan, bahwa berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) RI No 10/BUA.6/HS/SP/IX/ 2012 tanggal 12 September 2012, Hasil Rapat Kamar Perdata, di halaman 2 alinea g disebutkan bahwa Jaksa sebagai Pengacara Negara tidak dapat mewakili BUMN (Persero), karena BUMN tersebut berstatus badan hukum private (Pasal 11 UU. No 19 tahun 2003 tentang BUMN).
Berangkat dari hukum tertulis ini, Direksi Bank BRI dan Yayasan Pensiun BRI dituding melakukan perampasan aset PT Mulia Persada Pasific (MPPC) melalui jasa Jaksa Pengacara Negara (JPN) dengan pengajuan Peninjuan Kembali (PK) sengketa pengelolaan Gedung BRI II dan lahan perparkiran di kawasan jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat. “BRI dan Yayasan Pensiunan BRI melabrak aturan hukum positif untuk memeras klien kami mendapatkan sejumlah aset MPPC yang ada dalam gedung itu,” kata Fredrich Yunadi kepada Wartawan di Jakarta, Kamis (7/11).
Menurutnya sangat logis jika sebelumnya majelis hakim pada tingkat kasasi membatalkan putusan No 157/PDT.G/ 2010/PN.JKT.PST jo. No 203/PDT/2011/PT.DKI yang menolak gugatan BRI kepada PT. MPPC terkait sengketa pengelolaan gedung BRI II dan lahan perparkiran.
Selain SEMA itu, terdapat juga putusan MK No 077/PUU-IX tanggal 25 September 2011, yang intinya memberitahukan kekayaan BUMN terpisah dari kekayaan negara. Sehingga secara de facto maupun de jure posisi Bank BRI dan Dana Pensiun BRI hanya berupa perseroan terbatas private, sehingga tidak dapat menggunakan JPN sebagai kuasa hukum dalam sengketa perdata.
Tetapi yang terjadi BRI tetap menggunakan JPN sebagai kuasa hukum untuk pengajukan PK pada 1 Mei 2013, dan permohonan PK itu dikabulkan 24 Juni 2013. "Luar biasa. Tidak sampai dua bulan PK sudah dikabulkan, demikian cepatnya PK dikabulkan dan terburu-burunya Direksi BRI ingin menguasai gedung dan lahan perkiran dengan mengumumkan putusan PK di media massa, tidak salah jika pihak MPPC beranggapan BRI ingin merampok aset-aset dan hak kelola yang dimiliki oleh klien MPPC. Padahal sesuai perjanjian BOT MPPC punya hak kelola selama 30 tahun,” papar Fredrich.
Apalagi kutipan putusan belum dikirim, dan BRI belum mengajukan permohonan eksekusi ke PN Jakarta Pusat tetapi sudah mencoba eksekusi sendiri berprilaku sebagai debt colector.
"Akibatnya BRI telah dilaporkan ke Bareskrim sedang disidik, BRI mengaku sebagai pemilik gedung BRI II yang seolah-olah telah menyelamatkan harta negara, sedangkan BRI tidak pernah menjadi pemilik gedung BRI II, dengan demikian BRI telah menyerobot dan merampas harta MPPC," ujarnya.
BRI, tegasnya lagi disatu pihak mengaku pemilik gedung, dilain pihak meminta uang kepada MPPC dengan bukti kwitansi transfer USD 1,25 juta yang berlaku 11 April 2013 hingga 10 April 2014. Padahal Yayasan Dana Pensiun pada perjanjian BOT dengan MPPC, semula biaya setahun 400 ribu USD untuk fee sebagai sewa lahan, terus ada adendem pembaharuan BOT di naikkan menjadi 1,25 juta USD pertahun, dan sudah disetujui dan dipenuhi MPPC.
"Apa ini bukan pemerasan luar biasa yang dibungkus dengan alat aparat penegak hukum," kesal Fredrich.(bhc/mdb)
|