JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Tim jaksa penuntut umum (JPU) menolak seluruh nota keberatan (eksepsi) yang Terdakwa Eddie Widiono. Pasalnya, seluruh dakwaan terhadap mantan Dirut PT PLN (Persero) itu, dianggap sudah lengkap, akurat dan jelas.
"Surat dakwaan atas nama terdakwa Eddie Widiono telah memenuhi persyaratan formal dan material dan menetapkan pemeriksaan perkara ini tetap dilanjutkan," kata JPU Muhibuddin di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (7/9).
Jaksa menjelaskan, Jaksa berpendapat perumusan surat dakwaan secara subsidiaritas sudah tepat dan tidak tepat jika dirumuskan dalam bentuk alternatif. Apalagi dakwaan bagi Eddie mengenai tindak pidana korupsi pada proyek outsourcing Costumer Information System Rencana Induk Sistem Informasi (CIS-RISI) di PLN Distribusi Jakarta Raya (Disjaya) Tangerang 2004-2006, telah dipaparkan secara rinci.
"Dengan demikian tidak benar jika bentuk surat dakwaan yang disusun subsidiaritas dalam perkara aquo dijadikan alasan dakwaan tidak jelas dan surat dakwaan harus dibatalkan, oleh karena itu alasan itu harus dikesampingkan," ujar Muhibuddin.
Selain itu anggapan penasehat hukum bahwa fakta dakwaan disusun secara manipulatif, Muhibuddin mengatakan penasehat hukum telah menilai fakta tanpa melalui proses pembuktian dengan mengambil alih kewenangan hakim untuk mengadili sendiri fakta yang ada dalam surat dakwaan dianggap disusun secara manipulatif. "Penilaian fakta harus dibuktikan di persidangan. Maka kami berpendapat alasan penasihat hukum tidak berdasar dan harus ditolak," terangnya.
Sebelumnya, bekas orang nomor satu di perusahaan setrum milik negara ini, didakwa telah memerintahkan penunjukan langsung terhadap PT Netway Utama sebagai pelaksana proyek. Jaksa menilai, dengan penunjukan langsung tersebut, Eddie dianggap memperkaya diri sendiri, orang lain dan koorporasi sehingga menimbulkan kerugian negara sebesar Rp46,1 miliar.
Eddie dijerat melanggar Pasal 2 jo Pasal 18 jo Pasal 13 jo Pasal 18 UU NOmor 31/1999 jo UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP. Ia pun terancam hukuman penjara selama 20 tahun serta membayar denda Rp 1 miliar.(inc/spr)
|