JAKARTA, Berita HUKUM - Jambi dinilai tidak patuh dalam melaporkan harta yang dimiliki sejumlah pejabatnya pada lingkup eksekutif maupun legislatif. Minimnya Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dan dari data yang dirilis oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia, jumlah yang wajib melaporkan harta kekayaan sebanyak 1.755 penyelenggara negara, yang sudah melapor hanya 902 dan yang sudah diumumkan sebanyak 362 penyelenggara negara.
“Kepatuhan hanya 51,40 persen,” kata Direktur PP LHKPN KPK RI Cahaya Harefa pada, Kamis (12/2) saat sejumlah awak media menanyakan perihal LHKPN Pemprov Jambi di Jakarta. Cahaya meminta agar penyelenggara negara di Provinsi Jambi patuh terhadap persoalan tersebut. Dari 34 Provinsi yang ada di Indonesia, Provinsi Jambi menduduki peringkat ke 8 dalam pelaporan harta kekayaan. KPK meminta semua pihak mengawasi LHKPN di Provinsi Jambi. “Paling tidak tiga atau enam bulan sekali melakukan evaluasi. Bagi yang belum melapor harus melapor. Manfaatkan BPKP,” tegasnya lagi.
Ketika ditanya Provinsi Jambi peringkat berapa nasional dalam korupsi, Cahaya tidak mau berkomentar terhadap hal itu, dia menyebut bahwa, pembahasan saat ini bukanlah masalah korupsi melainkan koordinasi supervise pencegahan korupsi. “Kita koordinasi,” katanya.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, penyampaian Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) diwajibkan bagi penyelenggara negara.
Pada 2012 diterbitkan lagi Surat Edaran Nomor 05 Tahun 2012 tentang Kewajiban Penyampaian dan Sanksi Atas Ketidak patuhan Terhadap Kewajiban Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara di Lingkungan Kementerian/ Lembaga dan Pemerintah Daerah.
Sementara, Surat Edaran No. 1/2015 yang meminta pimpinan instansi p-merintah menetapkan wajib lapor kepada seluruh pegawai ASN secara bertahap, dimulai dari pejabat setingkat Eselon III, IV dan V untuk menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Aparatur Sipil Negara (LHKASN). Laporan ini disampaikan kepada pimpinan instansi pemerintah melalui Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (AP1P).
Laporan itu, harus disampaikan paling lambat 3 bulan setelah kebijakan ditetapkan, dan satu bulan setelah pejabat diangkat dalam jabatan, mutasi atau promosi, serta satu bulan setelah berhenti dari jabatan.
Empat Kasus Korupsi Jambi di Sorot
Ada Empat kasus dugaan korupsi di Jambi di sorot oleh Lembaga Pemantau Indonesia Tipikor (LPI Tipikor) Jakarta. Empat kasus tersebut diantaranya, penanganan kasus dugaan tindak pidana korupsi oleh PT Dasor Paqar Pasogit Kota Jambi.
Ketua Umum LPI Tipikor, Aidil Fitri menyebutkan dimana PT Dasor adalah rekanan yang melakukan pembangunan pasar dan distribusi barang pasar Kebun Handil, Kota Jambi yang menggunakan dana APBD Kota Jambi dengan anggaran senilai Rp.3,9 Miliar.
Namun hingga kini pihak Kejaksaan belum menjawab secara resmi kepada publik,“ kata Aidil Fitri pada, Jum'at (13/2).
LPI Tipikor turut menyoroti dugaan korupsi pengadaan Alkes Kota Sungai Penuh dana APBNP tahun 2011. Tetapi hingga kini pihak Kejaksaan belum secara resmi mengumumkan ke publik.
Lainnya penanganan kasus dugaan Tindak Pidana korupsi yang melaksanakan dibawah naungan Departeman Dalam Negeri terhadap kelulusan calon Praja IPDN 2013 yang diumumkan 22 Oktober 2013 dengan keputusan Menteri dalam nomor 892.1-6967 tahun 2013 untuk kelulusan Provinsi Jambi.
Dalam kasus Alkes diduga negara di rugikan milyaran rupiah. Dimana dalam proyek Alkes hanya dikerjakan 30 persen dari dana yang dialokasikan. Hanya dikerjakan kisaran 15 sampai dengan 30 persen. Lalu, audit BPK diduga ada kerugian negara. Sementara itu dalam IPDN ,pihaknya menemukan adanya dugaan pungutan liar sebanyak 400 ratusan juta yang dipungut dari peserta. ‘’Padahal, sebut Aidil, penerimaan Praja IPDN telah dianggarkan oleh negara senilai Rp.270 jutaan untuk perekrutan IPDN," ungkapnya.
Terpisah, Herlinan Nasution yang merupakan koordinator LPI Tipikor menyebutkan, pihaknya juga menyoroti dugaan korupsi penyalahgunaan wewenang dan jabatan terhadap kegiatan Gubernur cup tahun 2013 sebanyak 700 juta di Kabupaten Bungo. “Kita minta kasus ini diusut tuntas dan diumumkan ke publik,“ sebut Herlinan menambahkan.
Sedangkan, Firmansyah dari bidang Puspenkum Kejaksaan Agung mengatakan, pihaknya menindak lanjuti permintaan LPI Tipikor.
“Kita akan tindak lanjuti laporan yang ada,“ pungkasnya singkat.(bhc/rar)
|