Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
White Crime    
Kasus Pengadaan Satelit
Jampidsus Periksa 2 Saksi Dugaan Tindak Pidana Korupsi Proyek Pengadaan Satelit di Kemenhan
2022-01-19 06:51:25
 

 
JAKARTA, Berita HUKUM - Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung mulai melakukan pemeriksaan terhadap 2 (dua) orang saksi terkait dengan Dugaan Tindak Pidana Korupsi Proyek Pengadaan Satelit Slot Orbit 123 Bujur Timur (BT) pada Kementerian Pertahanan Tahun 2015-2021.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak menjelaskan, 2 saksi yang diperiksa yakni inisial SW dan AW.

"SW selaku Direktur Utama PT. Dini Nusa Kusuma/Tim Ahli Kementerian Pertahanan, diperiksa terkait Tindak Pidana Korupsi Proyek Pengadaan Satelit Slot Orbit 123 Bujur Timur (BT) pada Kementerian Pertahanan Tahun 2015-2021," kata Leonard, dalam siaran pers, Jakarta, Selasa (18/1).

Sedangkan, AW selaku Presiden Direktur PT. Dini Nusa Kusuma, Tindak Pidana Korupsi Proyek Pengadaan Satelit Slot Orbit 123 Bujur Timur (BT) pada Kementerian Pertahanan Tahun 2015-2021.

Leonard menerangkan, pemeriksaan saksi dilakukan untuk memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan.

"Tentang suatu perkara pidana yang ia (saksi) dengar sendiri, ia (saksi) lihat sendiri dan ia (saksi) alami sendiri guna menemukan fakta hukum tentang tindak pidana korupsi yang terjadi dalam Pengadaan Satelit Slot Orbit 123 Bujur Timur (BT) pada Kementerian Pertahanan Tahun 2015 sampai dengan 2021," ujarnya.

Diketahui bahwa PT DNK merupakan pemegang Hak Pengelolaan Filing Satelit Indonesia untuk dapat mengoperasikan Satelit atau menggunakan Spektrum Frekuensi Radio di Orbit Satelit tertentu.

Sebelumnya, Jampidsus Kejaksaan Agung, Febrie Adriansyah menyampaikan bahwa penyelidikan Dugaan Tindak Pidana Korupsi Proyek Pengadaan Satelit Slot Orbit 123 Bujur Timur (BT) pada Kementerian Pertahanan Tahun 2015 s/d 2021 telah ditingkatkan ke tahap penyidikan, dimana sebelumnya pihaknya telah melakukan kegiatan penyelidikan terhadap kasus ini selama 1 (satu) minggu dan sudah memeriksa beberapa pihak baik dari pihak swasta atau rekanan pelaksana maupun dari beberapa orang di Kementerian Pertahanan sebanyak 11 (sebelas) orang.

Dijelaskan Febrie, kasus ini berawal dari tahun 2015 s/d 2021 dimana Kementerian Pertahanan Republik Indonesia melaksanakan Proyek Pengadaan Satelit Slot Orbit 123 Bujur Timur (BT). Ini merupakan bagian dari Program Satkomhan (Satelit Komunikasi Pertahanan) di Kementerian Pertahanan Republik Indonesia antara lain pengadaan satelit Satkomhan MSS (Mobile Satelit Sevice) dan Ground Segment beserta pendukungnya.

"Namun yang menjadi masalah adalah dalam proses tersebut, kita menemukan perbuatan melawan hukum yaitu ketika proyek ini dilaksanakan, tidak direncanakan dengan baik, bahkan saat kontrak dilakukan, anggaran belum tersedia dalam DIPA Kementerian Pertahanan Tahun 2015. Kemudian, dalam prosesnya pun, ini juga ada penyewaan satelit dari Avanti Communication Limited yang seharusnya saat itu kita tidak perlu melakukan penyewaan tersebut, karena di ketentuannya saat satelit yang lama tidak berfungsi masih ada waktu 3 (tiga) tahun dapat digunakan. Tetapi dilakukan penyewaan jadi kita melihat ada perbuatan melawan hukum," ujar Febrie, Jum'at (14/1).

Febrie mengatakan, satelit yang disewa tidak dapat berfungsi dan spesifikasi tidak sama, sehingga indikasi kerugian keuangan negara yang ditemukan berdasarkan hasil diskusi dengan auditor, diperkirakan uang yang sudah keluar sekitar Rp 500.000.000.000 (lima ratus miliar rupiah) yang berasal dari pembayaran sewa Satelit Arthemis dari Perusahaan Avant Communication Limited sekitar Rp 41.000.000.000 (empat puluh satu miliar rupiah), biaya konsultan senilai Rp 18.500.000.000 (delapan belas miliar lima ratus juta rupiah), dan biaya arbitrase NAVAYO senilai Rp 4.700.000.000 (empat miliar tujuh ratus juta rupiah).

"Selain itu, ada pula putusan arbitrase yang harus dilakukan pembayaran sekitar US$ 20 juta, dan inilah yang masih disebutkan sebagai potensi karena masih berlangsung dan melihat bahwa timbulnya kerugian atau potensi sebagaimana tadi disampaikan dalam persidangan arbitrase karena memang ada kejahatan yang dalam kualifikasinya masuk dalam kualifikasi tindak pidana korupsi," ujarnya.(pen/bh/amp)



 
   Berita Terkait >
 
 
 
ads1

  Berita Utama
3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

Istana Dukung Kejagung Bersih-bersih di Pertamina: Akan Ada Kekagetan

Megawati Soekarnoputri: Kepala Daerah dari PDI Perjuangan Tunda Dulu Retreat di Magelang

 

ads2

  Berita Terkini
 
3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

BNNP Kaltim Gagalkan Peredaran 1,5 Kg Sabu di Samarinda dan Balikpapan

Kasus Korupsi PT BKS, Kejati Kaltim Sita Rp2,5 Milyar dari Tersangka SR

Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

10 Ribu Buruh Sritex Kena PHK, Mintarsih Ungkap Mental Masyarakat Terguncang

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2