JAKARTA, Berita HUKUM - Harus ada ‘syok theraphy’ yang dapat menimbulkan efek jera yang luar biasa bagi para pelaku (extraordinary crimes) atau tindak Pidana Khusus seperti Teroris dan Koruptor, kepada semua lapisan masyarakat, sehingga bukan hanya teroris dan pengedar Narkoba serta pelaku kejahatan lainnya yang meregang nyawa namun para Koruptor juga harus bisa membayar dengan nyawa mereka sebagai akibat perbuatannya.
Hal ini disampaikan Rahman Latuconsina, SH, Ketua Umum Masyarakat Bersama Anti Kuropsi (MABES ANTI KORUPSI) kepada Berita HUKUM.com, dijelaskanya," bahwa kita harus bisa bercermin pada Negara Cina yang terbukti efektif memberlakukan ancaman Hukuman tembak Mati dan tidak main-main kepada para pelaku tindak pidana Korupsi, karena hanya ancaman hukuman maksimal yang bisa menjadikan Indonesia harapan menuju Indonesia bersih dari Korupsi," urai Rachman Latuconsisna, dalam siaran pers tertulisnya Jumat (3/1) di Jakarta.
Dijelasknaya lebih lanjut, dalam operasi penggerebekkan Teroris Ciputat oleh Densus 88 Mabes Polri di Kampung Sawah-Ciputat, Tangerang Selatan pada awal Tahun 2014 dengan menembak mati 6 orang terduga pelaku terror menambah daftar panjang puluhan teroris yang sudah ditembak mati dan ratusan pelaku terror yang ditangkap dan diadili.
Informasi yang disampaikan oleh Badan Nasional Penangulangan Terorisme (BNPT) Mabes Polri semakin membuktikan bahwa bukan pekerjaan yang mudah menangani aksi teroris dan membasmi sampai ke akar-akarnya pelaku terror yang memang sudah sangat lama terbentuk di Indonesia, apalagi kelompok terror ini selalu mengemas aksi-aksi terror mereka dengan membawa-bawa akidah dan ideologi guna mendapat keuntungan pribadi serta merekrut simpatisan lebih banyak lagi agar orang awam menjadi bagian dari faham sesat kelompok mereka dan kemudian melakukan aksi-aksi diberbagai daerah yang tentu saja menganggu stabilitas dan keamanan Nasional.
Cara dan faham yang salah inilah yang kemudian menjadikan pelaku terror berkembang bak jamur dimusim hujan.
Drama penyergapan yang di warnai dengan baku tembak selama hampir 9 jam antara Tim Densus 88 dan Kelompok terror yang mengakibatkan 6 orang teroris meregang nyawa dan satu anggota Tim Densus berpangkat Brigadir Polisi terluka pada baian kakinya dan menyisakan duka yang sangat mendalam bagi keluarga korban dan tentunya juga duka seluruh masyarakat Indonesia, inna lillahi wa inna ilahi raji’un.
Akan tetapi kita semua harus bersikap realistis, bahwa operasi penyergapan yang dilalui dengan perlawanan kelompok terror membuktikan bahwa para terror ini adalah orang yang berbahaya serta bisa melukai bahkan membunuh siapa saja dengan aksi-aksi radikal-nya, tentu upaya prepentif dan (SOP) menembak sudah dikedepankan Tim Densus 88, andai saja para pelaku terror lolos dalam penyergapan Tim Densus 88 dan diduga akan melakukan terror jelang pesta pergantian tahun dimana konsentrasi masa sangat marak saat menikmati pesta pergantian tahun, bukankah akan lebih banyak korban? Akan lebih banyak yang terluka, akan lebih banyak duka dan air mata.
"Harus ada syok theraphy, yang dapat menimbulkan efek jera yang luar biasa bagi para pelaku Tindak Pidana Khusus. Jika hari ini Polisi harus menembak mati teroris yang kerap mengganggu stabilitas dan keamanan Nasional serta mengancam nyawa siapa saja melalui aksi terrornya, kemudian juga Polisi harus menembak mati Pengedar Narkoba yang merusak generasi bangsa ini lalu bagaimana denga para Koruptor di Republik ini?," ujar Rachman kembali sembari meneyakan keseriusan aparat penegak hukum.
Pelaku tindak pidana khusus (extraordinary crimes ) yang satu ini jelas merusak segala sendi-sendi kehidupan di negara ini, bahkan tanpa ada keraguan latent yang satu ini mampu membunuh jutaan masyarakat secara perlahan-lahan namun pasti melalui serangkaian perbuatan biadab-Nya dengan merampok kesejahteraan dan hak hidup orang banyak.
"Semoga kedepan Proses penegakkan Hukum di Negara ini mampu berpihak pada masyarakat dan memiliki rasa berkeadilan," pungkas Rachman Latuconsina.(bhc/rls/put)
|