JAKARTA, Berita HUKUM - Kajian Informasi Terpadu Nusantara (KITA) Institute menilai, Indonesia saat ini telah menjadi arena perebutan pengaruh oleh pihak asing.
Direktur Executive KITA, Julian H Effendi mengatakan, Indonesia telah melalui beberapa periodisasi penguasaan kolonial dan perebutan pengaruh. Mulai dari Portugal, Belanda, Jepang dan pengaruh negara imperialis sejak jaman rezim Orde Baru (Orba) hingga era Reformasi ini.
“Maka kekuatan politik dalam negeri, identitas diri sebagai bangsa yang besar, tata kelola sumber daya alam dan ekonomi, serta pertahanan yang mumpuni sangat diperlukan,” ujar Julian, usai deklarasi KITA yang diselenggarakan di Graha Ria Jalan Ciputat Raya Nomor 31, Kebayoran Lama, Jakarta, Senin (16/3).
Julian menjelaskan, Bangsa Indonesia yang kaya dengan Sumber Daya Alam (SDA) dan wilayah yang sangat luas, yakni 1.992.550 Km2 yang mencakup 13.000 pulau (KKP 2012). Sayangnya, kekayaan yang ada belum mampu menyentuh mensejahterakan rakyat.
“Dari total 248,8 juta jiwa penduduk Indonesia (BPS, 2013), BPS mencatat jumlah penduduk miskin di indonesia hingga Maret 2014 mencapai 28,28 juta orang, dengan catatan pendapatan perkapita Rp 302.735 per bulan atau di bawah itu,” tutur Julian.
Julian juga melihat, hal itu terjadi karena keniscayaan motif keserakahan sebagai logika dasar sistem kapitalisme yang didorong akumulasi keuntungan sebesar mungkin, dengan biaya semurah mungkin (bahan baku, tenaga kerja, modal keuangan, biaya pengelolaan, limbah/lingkungan hidup, termasuk mengurangi persaingan, kebebasan memindahkan investasi dll).
“Penghisapan ekonomi, pendiktean politik, penghancuran budaya bangsa, merupakan hal serius bagi ancaman bangsa ini,” tegas dia.
Oleh sebab itu, dia mengaku KITA berdiri agar dapat menjadi suatu lembaga wadah untuk menyalurkan aspirasi terkait konsep Trisakti, yaitu “berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan, Prinsip Trisakti ini tidak lepas dari dasar negara yaitu Pancasila dan UUD 1945,” pungkasnya.(bhc/yun) |