MEDAN, Berita HUKUM - Persoalan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang saat ini sedang dalam pembahasan di legislatif Kota Medan disinyalir adalah upaya pemerintah Kota Medan untuk menghilangkan hak konstitusi masyarakat dalam mengkonsumsi rokok dan juga telah mengkebiri para produsen/penjual rokok untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Koordinator Koalisi Nasional Penyelamatan Kretek (KNPK) Sumut yang juga Wakil Direktur LBH Medan, Muhammad Khaidir Harahap SH, Jum'at (12/4) menyatakan hal ini karena mengingat rata-rata masyarakat kota Medan dari kalangan pejabat pemerintah, anggota dewan, pengusaha, PNS, pekerja swasta setiap harinya mengkonsumsi rokok.
Munculnya Peraturan tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) ini bukan merupakan suatu kewajiban bagi pemerintah untuk membuatnya. Karena dalam UU No 36 Tahun 2009 tidak ada mengatakan dengan tegas setiap pemerintah daerah itu diwajibkan untuk membuat Peraturan KTR.
"Terkait pasal yang menyangkut KTR dalam UU No. 36 Tahun 2009 itu sudah dilakukan uji materi yaitu terhadap pasal 115(1) di Mahkamah Konstitusi Putusan No. 57/PUU-IX/2011 yang menjelaskan mengenai KTR itu bukan suatu kewajiban tapi menyangkut hal tersebut Pemerintah boleh menyediakan atau tidak KTR dimaksud," tegas Khaidir.
Khaidir menambahkan, dalam putusan MK itu juga menegaskan jika pemerintah hendak membuat Kawasan Tanpa Rokok harus di iringi juga pembuatan Kawasan Khusus Untuk Merokok, tidak boleh secara sepihak (subjektif), karena tempat bagi para perokok pun harus disediakan pemerintah.
"Kemudian lagi menurut pendapat Kami Penetapan KTR ini sangat rancu dan kabur (obscurs), kenapa demikian? Pemahaman masyarakat terhadap KTR ini jadi multi tafsir, apakah KTR itu dibuat untuk Kawasan yang tidak ada rokok, atau tidak boleh adanya iklan rokok, atau tidak boleh orang berjualan rokok?," katanya.
Masih menurut Kahidir, ini berarti peraturan tersebut sudah tidak sesuai dengan perundangan yang ada. Bagi kalangan yang mengatakan bahwasanya pembuatan KTR ini merupakan amanah dari Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Mendagri Nomor 188/Menkes/PB/I/2011, Nomor 7 Tahun 2011 adalah hal yang salah dan keliru. Sebab dalam pasal 5 ayat (1) (2) Peraturan Bersama tersebut menegaskan untuk juga membuat Kawasan Khusus untuk Merokok, jadi jangan memahami hanya sepenggal saja tapi mesti ditinjau dan ditelaah pasal-pasal yang lainnya.
"Artinya kalau hanya KTR saja dibuat oleh Pemko Medan berarti Pemko Medan telah diskriminatif bagi para konsumen rokok, sehingga Kami menduga Pemko Medan beserta elemen-elemen menginginkan diberlakukannya Perda KTR di Kota Medan adalah titipan dari pihak asing yang selama ini disinyalir membocengi Isu Anti Rokok dan Tembakau untuk menghabisi industri rokok nasional," ujar Khaidir lagi.
Para petani tembakau, cengkeh, industri-industri kecil rokok dan buruh-buruh industri rokok nasional tentunya akan terimbas dampak buruk padahal rokok adalah salah satu sumber pendapatan dan perekonomian terbesar bagi negara ini setelah Migas.
Karena itu KNPK Sumut memandang tentang isu anti rokok dan tembakau ini bukan dilihat dari masalah kesehatannya, tapi yang lebih penting dan urgen persoalan rokok dan tembakau ini merupakan asset ekonomi negara terbesar yang memberi sumbangan triliunan rupiah ke kas negara.
"Dan kita tahu bahwa rokok itu produk legal yang keberadaannya dilindungi undang-undang, yang banyak memberi keuntungan besar buat bangsa dan negara Indonesia," ungkap Khidir.(bhc/and) |