JAKARTA, Berita HUKUM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati nonaktif Kutai Kartanegara Rita Widyasari (RIW) dan Komisaris PT Media Bangun Bersama (PT MBB), Khairudin (KHR) sebagai tersangka kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU). Keduanya diduga menyamarkan gratifikasi senilai Rp 436 miliar.
Dalam pengembangan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan Rita Widyasari sebagai Bupati Kutai Kartanegara periode 2010 - 2015 dan 2016 - 2021) dan Khairudin sebagai Komisaris PT MBB sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU).
"Terkait gratifikasi, KPK menemukan dugaan pencucian uang dalam perbuatan menempatkan, mentransfer, mengalihkan, mengubah bentuk, menukar harta kekayaan yang patut diduga hasil korupsi," ujar Laode Muhammad Syarif sebagai Wakil Ketua KPK pada jumpa pers di Gedung KPK Jakarta, Selasa (16/1).
Tersangka RIW bersama-sama KHR diduga telah melakukan perbuatan menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahui atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan dan atau menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas harta kekayaan yang diketahui atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana korupsi.
Menurut Laode Muhammad Syarif, Tersangka Rita dan Khairudin diduga telah menerima fee atas proyek, fee atas perizinan dan fee pengadaan barang dan jasa yang menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Kukar.
Rita Widyasari sebagai politisi partai Golkar dan pengusaha Khairudin diduga membelanjakan hasil gratifikasi tersebut berupa pembelian kendaraan yang menggunakan nama orang lain. Kemudian, membeli tanah dan menyimpan uang atas nama orang lain
Atas perbuatannya, RIW dan KHR disangkakan melanggar Pasal 3 dan/atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. 65 ayat (1) Kitab Undang Undang Hukum Pidana.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan RIW dan KHR sebagai tersangka atas sangkaan lainnya. Pertama, RIW disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 atas dugaan menerima suap terkait dengan pemberian izin lokasi untuk keperluan inti dan plasma Perkebunan Kelapa Sawit di Desa Kupang Baru Kecamatan Muara Kaman kepada PT. SGP.
Kedua, dalam pengembangan penyidikan dugaan penerimaan suap, tersangka RIW diduga bersama-sama KHR menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya. Dalam hal ini RIW dan KHR disangkakan melanggar Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang Undang Hukum Pidana.(dbs/kpk/bh/sya) |