Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
EkBis    
Omnibus Law
KSPI Tolak Omnibus Law Cluster Ketenagakerjaan
2019-12-29 07:38:08
 

Tampak suasana saat konferensi pers di kantor YLBHI Jakarta, Sabtu (28/12).(Foto: BH /mnd)
 
JAKARTA, Berita HUKUM - Pihak buruh setuju apabila investasi digenjot pemerintah Indonesia yang dipimpiin Joko Widodo untuk berupaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Namun, menurutnya jikalau berkehendak menggenjot pertumbuhan ekonomi, jangan lupa memikirkan tingkat konsumsi yang bakal berdampak pada daya beli masyarakat ke depan nanti, demikian ungkap Said Iqbal.sebagai Presiden KSPI saat jumpa pers di gedung kantor LBH Jakarta. Sabtu (28/12)

Menurut Said, pihak buruh KSPI menegaskan bahwa sikapnya menolak omnibus law cluster ketenagakerjaan, yang secara langsung berarti melakukan revisi terhadap UU No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Khususnya terhadap pasal tertentu, seperti pasal tentang upah, pesangon, tenaga kerja asing (TKA), jam kerja, outsourcing, jaminan sosial, dan lain sebagainya.

"Isi omnibus law tersebut sangat merugikan buruh. Antara lain pengurangan nilai pesangon, pembebasan TKA buruh kasar, penggunaan outsourcing yang masif, jam kerja yang flexibel, termasuk upah bulanan dirubah menjadi upah per jam," tegas Said Iqbal, Sabtu (28/12).

Terkait wacana perubahan sistem upah menjadi upah per jam, KSPI menolak keras.

Said Iqbal turut mengingatkan, seraya memberikan pesan mewakili kaum buruh, agar jangan memberikan karpet merah berlebihan. "Sifat pengusaha, dimana jangan seperti drakula yang mana menghisap darah," tukasnya.

Lanjutnya, tentunya akan menghisap, dengan merombaknya sudah tentu merugikan kaum buruh, sedari 11 klaster yang dianggap berdampak nantinya. Pada intinya bakal terkait kesejahteraan, hubungan Kerja, dan masa depan buruh. "Jangan jadi sifat, drakula bisnis," tandas Said.

Adapun alasan adalah; Prinsip upah minimum adalah safety net atau jaring pengaman agar buruh tidak absolut miskin. Itulah yg terkandung dalam konvensi ILO dan UU No 13/2003. Jadi kalau sitem upah per jam, boleh jadi buruh menerima upah dalam sebulan dibawah nilai upah minimum akibat pengusaha membayar upah sesuai dengan jumlah jam dimana buruh bekerja.

"Jika ini diterapkan, pengusaha bisa seenaknya secara sepihak menentukan jumlah jam bekerja buruh," jelas Said Iqbal.

Saat jumpa pers ini nampak hadir selain Presiden KSPI Said Iqbal, hadir pula Mirah Sumirat sebagai Presiden Aspek Indonesia, Riden Hatam Azis Sekjen DPP SPMI.

Lebih lanjut Said menegaskan, kalau bekerja dibayar sesuai jumlah jam; bsa saja buruh tidak dikasih jam kerja. Sehingga dia tidak dibayar. Akibatnya total pendapatan yang didapat dalam sebulan upahnya dibawah upah minimum.

"Jadi tidak ada perlindungan jaring pengaman untuk buruh bisa hidup minimum. Kalau begitu, buat apa ada investasi bila menyengsarakan buruh?. Peran negara untuk melindungi rakyat kecil yang hanya mengandalkan upah minimum dalam memenuhi kebutuhan dasar hidupnya menjadi hilang," ujarnya.

Alasan lain, terjadi diskriminasi terhadap pekerja perempuan yang sedang haid, dua hari pertama upahnya akan terpotong. Padahal selama ini bila cuti haid upahnya tidak dipotong. Begitupun buruh yang sedang sakit, cuti melahirkan, menjalankan ibadah haji, dan yang lainnya, maka upahnya terpotong. Jelas ini akan merugikan buruh, ungkap Said.

Said Iqbal juga menambahkan, selain itu supply dan demand tenaga kerja di Indonesia gap nya masih tinggi. Termasuk angka pengangguran masih tinggi dibanding negara maju yang sudah menerapkan upah per jam.

"Akibatnya daya tawar upah buruh kepada pengusaha menjadi lemah. Bisa saja pengusaha mengatakan, hanya ingin mempekerjakan buruhnya selama 2 jam per hari dengan sistem upah per jam tersebut," urai Said.

Berarti tidak ada perlindungan dari negara buat buruh untuk hak hidupnya. Akibatnya terjadilah penurunan daya beli buruh dan menurunkan konsumsi yang berakibat turunnya angka pertumbuhan ekonomi dan rakyat mempunyai penghasilan hanya sekedar buat makan saja untuk perutnya.

Di negara industri maju yang menerapkan upah perjam, supply demand tenaga kerja dan angka penganggurannya relatif kecil. Selain itu, sistem jaminan sosialnya sudah layak termasuk adanya unemployment insurance. Sehingga mereka pindah kerja di pasar kerja relatif mudah.

Terakhir, tingkat pendidikan buruh Indonesia dalam angkatan kerja 70% adalah lulusan SMP ke bawah. Berarti banyak/ mayoritas unskill workers, yang dengan sistem upah per jam bisa dipastikan mereka akan absolut miskin.

Oleh karena itu tugas pemerintah adalah meng up' grade dulu agar pendidikan buruh di angkatan kerja menjadi 80% pendidikannya SMA ke atas dan ketersediaan lapangan kerja yang melimpah, baru kita diskusi upah per jam.

"Intinya buruh menolak sistim upah per jam yang absolut memiskinkan kaum buruh. KSPI juga menolak seluruh isi omnibus law cluster ketenagakerjaan yang merugikan buruh. Sebab sejauh ini UU No 13/2003 sudah cukup memberikan keseimbangan kepentingan buruh dan pengusaha," tegasnya.

Sementara, Riden Hatam Azis Sekjen DPP Serikat Pekerja Metal Indonesia (SPMI) mengutarakan terkait rencana pemerintah, dimana Indonesia sepakat bahwa negara demokrasi. Dimana saat bahas issue, mestinya stakeholder diajak bicara.

"Mengenai Omnibus Law, hanya mengundang Kadin dan Sekretaris Apindo. Di lain sisi, para pekerja tidak diajak bicara. Dari caranya saja, sudah salah. Tentunya kami berkeberatan. Ini bukan negara kapitalis, ataupun kerajaan yang suka sukanya saja," kemuka Azis.

Sementara, Mirah Sumirat Presiden Sekjen ASPEK Indonesia mengemukakan bahwa terkait kondisi ketenagakerjaan di Indonesia, sektor retail , dari 15.000 orang saat ini tinggal 5.000 orang. Lalu, sektor multimedia, logistik dan telekomunikasi sudah capai 15.000 orang kena PHK.

Sebelumnya, ASPEK juga pernah mempertanyakan implementasi gardu tol otomatis. "Alhasil puluhan hingga belasan tidak mendapatkan pekerjaan layak, malah menjadi driver online atau buka warung kecil kecilan," ujarnya

"Sektor pekerja, dibungkus habis masa kontrak lalu di busting atau diberangus dalam pekerjaan. Akibatnya, melemahkan daya beli masyarakat, karena upah murah, tidak dapat membeli," ungkapnya.

"Terkait TKA, tahun 2015 ada sejumlah 20 ribuan. Lalu kini nampaknya telah mencapai jutaan, bukan hanya high skill, namun kini yang datang low skill, buruh kasar. Padahal pekerjanya bisa dikerjakan oleh Buruh dari Indonesia," jelas Mirah Sumirat.

"Ini sudah PHK massal dimana-mana, dan TKA membanjiri. Bagaimana pemerintah, bernafsu menggenjot Investasi," pungkasnya.(bh/mnd)



 
   Berita Terkait > Omnibus Law
 
  Baleg Terima Audiensi Buruh Terkait UU Cipta Kerja
  Hormati Keputusan MK, Puan Maharani: DPR Segera Tindaklanjuti Revisi UU Cipta Kerja
  Pengamat dan KAMI Mendesak Pemerintah Beritikad Baik Hentikan Proses Hukum Jumhur-Anton serta Rehabilitasi Nama Baik
  MK Putuskan UU Cipta Kerja Inkonstitusional Bersyarat, Wakil Ketua MPR: Ini Koreksi Keras atas Pembuatan Legislasi
  DPR dan Pemerintah Segera Revisi UU Ciptaker
 
ads1

  Berita Utama
Permohonan Praperadilan Tom Lembong Ditolak, Jampidsus Lanjutkan Penyidikan

Polri Bongkar Jaringan Clandestine Lab Narkoba di Bali, Barang Bukti Mencapai Rp 1,5 Triliun

Komisi XIII DPR Bakal Bentuk Panja Pemasyarakatan Usai 7 Tahanan Negara Kasus Narkoba Kabur dari Rutan Salemba

Pakar Hukum: Berdasarkan Aturan MK, Kepala Daerah Dua Periode Tidak Boleh Maju Lagi di Pilkada

 

ads2

  Berita Terkini
 
Permohonan Praperadilan Tom Lembong Ditolak, Jampidsus Lanjutkan Penyidikan

Hari Guru Nasional, Psikiater Mintarsih Ingatkan Pemerintah Agar Segera Sejahterakan Para Guru

Polri Bongkar Jaringan Clandestine Lab Narkoba di Bali, Barang Bukti Mencapai Rp 1,5 Triliun

Judi Haram dan Melanggar UU, PPBR Mendesak MUI Mengeluarkan Fatwa Lawan Judi

Komisi XIII DPR Bakal Bentuk Panja Pemasyarakatan Usai 7 Tahanan Negara Kasus Narkoba Kabur dari Rutan Salemba

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2