JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengembangkan kasus dugaan suap atas tersangka Nunun Nurbaeti. Hal ini dilakukan dengan memanggil sekaligus memeriksa pegawai Bank Artha Graha, Suparno.
Namun, hingga sore tadi, Suparno yang akan diperiksa sebagai saksi itu, ternyata tidak memenuhi panggilan tim penyidik. "Tidak datang. Tidak ada keterangan yang menyebutkan alasan dia tidak datang," kata Kabag Informasi dan Pemberitaan KPK Priharsa Nugraha melalui pesan singkatnya, Rabu (28/12) malam.
Meski demikian, Priharsa memastikan bahwa yang bersangkutan akan dipanggil ulang. Tapi dirinya masih menunggu informasi dari penyidik perihal jadwal pemanggilan ulang terhadap Suparno. "Yang jelas dia bukan orang Artha Graha pertama yang diperiksa. Sebelumnya, juga ada yang diperiksa KPK. Saya belum terima kabar dari penyidik mengenai panggilan berikutnya,” tandasnya.
Ketika ditanya mengenai peran dari staf Bank Artha Graha yang bernama Suparno ini, Priharsa enggan membeberkan. Menurut dia, yang bersangkutan hanya diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Nunun Nurbaeti. “Saya kurang tahu, tapi dia saksi diperiksa sebagai saksi untuk tersangka NN,’ selorohnya.
Sebelumnya, KPK telah memeriksa tersangka Nunun Nurbaeti. Diduga Nunun memberikan keterangan yang diperlukan KPK. Bahkan, Ketua KPK Abraham Samad sempat menyatakan keyakinan untuk mengungkap aktor intektual dari kasus suap puluhan anggota Komisi IX DPR periode 1999-2004 yang memilih Miranda Swaray Goeltom sebagai Deputi senior Gubernur BI pada Juni 2004 silam.
Sebagaimana diketahui, dalam pemeriksaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, sejumlah Terdakwa dan Saksi mengungkapkan bahwa Nunun Nurbaeti berperan sebagai orang yang membagi-bagikan 480 lembar cek pelawat yang Total bernilai Rp 24 miliar kepada para Anggota Dewan. Cek itu dibeli PT First Mujur Plantation & Industry (FIMPI) dari Bank Internasional Indonesia (BII) Tbk, dan dibayar melalui rekening perusahaan itu di Bank Artha Graha.
Pengakuan sejumlah saksi seolah berusaha memutus aliran dana ini. Direktur Keuangan PT FIMPI Budi Santoso, menyatakan bahwa cek yang dikeluarkan perusahaannya merupakan pembayaran kepada Ferry Yen alias Suhardi S untuk kerja sama bisnis kebun sawit. Dirinya tidak mengetahui cek itu bisa sampai kepada puluhan anggota DPR,
Ferry sendiri merupakan mantan karyawan Bank Artha Graha yang tak bisa lagi dimintai konfirmasi, karena ia telah meninggal dunia pada 2007 lalu. Cek pelawat yang menjadi alat suap dalam kasus ini yang dibeli dari Bank Artha Graha terlihat buntu. Apalagi pihak Bank Artha Graha juga telah membantah memodali pemilihan Miranda Gultom tersebut.(dbs/spr)
|