JAKARTA, Berita HUKUM - Selain menyampaikan sikapnya yang selalu konsisten dalam program pemberantasan korupsi, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam pidatonya di depan 60 pemimpin delegasi International Conference Principles for Anti Corruption Agencies (ACA) dari 30 negara di Istana Negara, Jakarta, Selasa (27/11), menekankan perlunya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan pengawasan ketat terhadap 4 (empat) arena sebagai bagian mengawal APBN.
Keempat arena yang perlu mendapatkan prioritas dalam melaksanakan gerakan anti korupsi itu adalah: Pertama, pengadaan barang dan jasa. “Masih ada kasus mark up, pengadaan yang fiktif. Ini menjadi arena pertama KPK dan jajaran penagak hukum,” kata SBY.
Kedua, pengeluaran ijin usaha. Utamanya di daerah karena sejak tahun2001, Indonesia melaksanakan otonomi daerah.
Ketiga, penyusunan penggunaan APBN dan APBD. “Masih ada kolusi antara oknum pemerintah dan oknum parlemen yang melakukan penyimpangan,” ungkap Kepala Negara.
Empat, penyimpangan/korupsi di wilalayah perpajakan. “Baik mereka yang harus membayar pajak, baik pembayar pajak dalam jumlah yang seharusnya maupun pengurus pajak,” jelas SBY.
Penekanan Kepala Negara itu sebelumnya telah disampaikan Sekretaris Kabinet (Seskab) Dipo Alam pada 1 Oktober 2012. Melalui Surat Edaran Seskab Nomor SE-542/Seskab/IX/2012 Sekretaris Kabinet Dipo Alam mengajak seluruh anggota kabinet untuk mencegah kongkalikong APBN.
SE ini didasari oleh seringnya Presiden SBY menyampaikan peringatan kepada para menterinya untuk mengawal APBN, setidaknya menurut catatan Seskab ada 12X pada sidang kabinet, Presiden menyampaikan hal itu.
Guna menguatkan upayanya mengawal APBN itu, pada tanggal 1 Desember2012 Dipo Alam kembali menerbitkan Surat Edaran (SE) Sekretaris Kabinet Nomor 592 tahun 2012 (SE-592/Seskab/XI/2012) mengenai Pembatasan Pinjaman Luar Negeri yang dapat Membebani APBN/APBD.
Pada 12 November 2012 lalu, Seskab Dipo Alam menggelar konferensi pers sehubungan dengan temuan-temuan baru indikasi praktik korupsi, sesuai hasil laporan/pengaduan dari kalangan pegawai negeri sipil (PNS) dan pejabat/karyawan BUMN, yang bekerja di Kementerian, Lembaga Pemerintah non-Kementerian (LPNK), dan di BUMN. Banjirnya laporan/pengaduan tersebut, menurut Dipo Alam, menandai kebangkitan PNS yang mulai terpanggil memberikan tanggapan dan masukan yang disampaikan ke Presiden melalui surat, lisan, dan SMS.
“PNS dan atau pejabat di BUMN tersebut terpanggil untuk bersama-sama mengawal APBN 2013-2014, dengan cara mencegah praktik ‘meminta jatah’, mark-up dan kongkalingkong, baik sebagai masukan untuk bahan evaluasi perbaikan, maupun laporan/harapan yang perlu ditindak-lanjuti dengan tindak pencegahan, atau dilaporkan ke penegak hukum,” kata Dipo Alam dalam jumpa pers saat itu.
Beberapa kali Dipo Alam mengingatkan kepada jajaran kabinet bahwa Presiden SBY tidak main-main dalam upayanya mengamankan APBN/APBD dan mencegah praktik kotor kongkalingkong.
"Presiden meminta semua jangan kongkalingkong, jangan mark-up, mari kita kawal APBN 2013 dan juga ada instruksi presiden (INPRES) nomor 17 yang diterbitkan tahun 2011 mengenai aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi. Dan itu (Inpres) ditujukan kepda seluruh menteri/ anggota kabinet termasuk saya," tegas Dipo Alam.
Instruksi Presiden Nomor 17 tahun 2011 itu, terdiri dari 13 fokus dan 106 rencana aksi yang terdiri atas 82 aksi bidang pencegahan, 6 aksi bidang penegakan hukum, 5 aksi bidang penyusunan peraturan perundang-undangan, 7 aksi bidang kerja sama internasional dan penyelamatan aset, 4 aksi bidang pendidikan dan penyebaran budaya antikorupsi, serta 2 aksi bidang pelaporan. UKP4 yang akan memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan Inpres tersebut.
Seskab Dipo Alam menegaskan bahwa dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi, Presiden SBY mewajibkan agar berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Karena itu, langkahnya untuk melaporkan praktik kongkalingkong korupsi APBN di sejumlah kementerian ke KPK sudah sesuai dengan instruksi Presiden SBY.(wid/es/skb/bhc/opn) |