Jefrry Winters: Indonesia Dikuasai Para Maling
JAKARTA-Pengadilan yang kini dialami Hosni Mubarak, istri, dan anaknya di Mesir menjadi pelajaran bagi para penguasa yang tidak amanah, bahwa mereka akan digilas kekuatan rakyat. Sebaliknya, Indonesia harus belajar dari Mesir dan “kegagalan” reformasi 1998. Tumbangnya penguasa dzhalim, harus segera diikuti dengan pembangunan sistem hukum yang kuat, agar tidak ada lagi orang kuat yang tetap mempermainkan hukum.
Demikian kesimpulan dari diskusi perubahan bertajuk ‘Pengadilan Hosni Mubarak; Pelajaran bagi Indonesia’ yang diselenggarakan Rumah Perubahan di Jakarta, Selasa (9/8). Diskusi menghadirkan ahli timur tengah Zuhaeri Misrawi, pengamat politik dari Paramadina Suherdi Sahrasad, dan ahli Indonesia dari Notrhtwestern University AS, Prof. Jeffry Winters.
Dalam rilis yang diterima redaksi BeritaHUKUM.com, ketiga pembicara sepakat mengatakan, bahwa kedaulatan rakyat adalah suatu keniscayaan yang tidak mungkin bisa dibendung. Orang sebelumnya tidak mengira, Hosni Mubarak akan bisa digulingkan. Berkuasa selama 30 tahun dengan hukum darurat militer, Mubarak benar-benar kuat. Tentara berada di belakangnya. Bahkan Amerika dan Israel mendukung kekuasaannya.
“Namun, kekuatan rakyat ternyata mampu melibas Mubarak. Sampai kini, setiap hari demosntrasi masih berlangsung di Mesir. Massa yang terlibat sangat besar. Jumlahnya mencapai jutaan orang. Rakyat Mesir ingin membalikkan rezim militer dan para kroninya yang sangat berkuasa. Langkah ini antara lain diwujudkan dengan membakar kantor pusat Partai Nasional Demokrat yang 20 lantai. Partai berkuasa ini menjadi simbol kediktatoran rezim Mubarak yang menindas rakyat,” papar Zuhaeri.
Sementara itu, tokoh nasional Rizal Ramli yang didaulat untuk berbicara pada diskusi itu mengatakan, para pemimpin bangsa ini harus belajar dari kasus Mubarak. Betapa pun kuatnya penguasa, jika tidak amanah, maka dia akan digulingkan rakyat. Rakyat yang muak menghendaki perubahan.
Di sisi lain, dia menyatakan perubahan tidak mungkin diharapkan datang dari dalam sistem. Pasalnya, banyak dari mereka yang sudah menjadi bagian dari masalah. Perubahan juga tidak bisa diharapkan dari pemerintah, karena mereka juga terbelit dengan banyak sekali masalah. Perubahan harus dimotori para mahasiswa, pemuda, buruh dan kalangan intelektual. Satu-satunya jalan keluar dari kemandekan ini, adalah gerakan rakyat. Jadi, people power adalah suatu keniscayaan.
“Saya keliling ke banyak daerah. Saya menemukan rakyat sudah muak. Seorang sopir taksi curhat kepada saya, selama 16 tahun membawa taksi, dia tidak pernah merasa hidup sesulit sekarang. Harga barang makanan mahal, biaya pendidikan dan kesehatan mahal. Dia betul-betul berharap segera terjadi perubahan secepatnya,” ungkap Rizal.
Dikuasai Maling
Jeffry mengingatkan, salah satu kegagalan utama gerakan reformasi 1998 di Indonesia adalah tidak disiapkannya sistem hukum yang kuat. Karenanya, Indonesia menjadi suatu negara yang anomali. Ada demokrasi tapi tanpa hukum. Demokrasinya tumbuh, tapi hukumnya tunduk di bawah kendali mereka yang kuat jabatan dan atau uangnya.
Menurut dia, secara prosedural, demokrasi di Indonesia sudah cukup bagus. Namun secara substansial, masih harus banyak diperbaiki. Sistem demokrasi yang sekarang dikuasai para maling. Hanya mereka yang punya uang banyak yang bisa naik. Setelah berkuasa, mereka kembali maling untuk mengembalikan sekaligus meraup untung dari investasi yang dikeluarkan. Yang terjadi seperti lingkaran setan.
“Pemilihan presiden secara langsung sudah ok. Tapi karena calon harus dari partai, maka hanya para maling saja yang bisa tampil. Untuk tampil harus punya uang. Jadi negeri ini sudah dikuasai para maling. Rakyat harus bersatu mengubah sistem demokrasi maling seperti ini,” kata Jeffry. (rls/nas)
|