JAKARTA, Berita HUKUM - Pemerintah memberikan perhatian atas pertumbuhan utang luar negeri swasta yang melonjak cukup tinggi dalam beberapa tahun terakhir. Melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Bekerja sama dengan Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pemerintah melalui Kementerian Keuangan berupaya memitigasi utang luar negeri swasta.
“Intinya ini harusnya menjadi penguat bagi kita untuk komunikasi yang lebih baik. Tidak hanya Kementerian Keuangan, BI, tetapi juga OJK,” kata Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) I Anny Ratnawati, di Jakarta, Senin (24/2).
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, berdasarkan data BI, Debt Service Ratio (DSR) kuartal IV-2013 ULN mencapai 52,7 persen atau meningkat bila dibandingkan dengan DSR kuartal III-2013 yang sebesar 39,10 persen. DSR sepanjang 2013 sendiri tercatat sebesar 42,7 persen.
Posisi utang luar negeri swasta non-bank mengalami lonjakan yang cukup signifikan dari 103,2 miliar dollar AS menjadi 116,4 miliar dollar AS pada akhir 2013. Utang luar negeri Bank Sentral juga mengalami penurunan dari posisi 9,9 miliar dollar AS pada akhir 2012 turun menjadi 9,2 miliar dollar AS pada akhir 2013. Kenaikan justru terjadi pada kelompok Swasta non-bank yang meningkat dari 23 miliar dollar AS pada 2012 naik menjadi 24 miliar dollar AS pada akhir 2013.
Sebelum ini Staf Khusus Presiden bidang Ekonomi dan Pembangunan Prof. Firmanzah sudah mengingatkan, meskipun secara agregat, rasio utang masih relatif rendah apabila dibandingkan dengan sejumlah negara di ASEAN dan emerging market lain, namun pertumbuhan utang luar negeri swasta perlu dicermati.
“Pemerintah dan Bank Indonesia akan terus mengelola utang luar negeri Indonesia dalam batas yang aman sehingga tidak membahayakan fundamental ekonomi yang telah terbangun kuat selama ini,” jelas Firmanzah, Senin (24/2).
Tidak Mengkhawatirkan
Senada dengan Prof. Firmanzah, Wamenkeu I Anny Ratnawati mengemukakan, peningkatan DSR Indonesia sejauh ini tidak perlu terlalu dikhawatirkan. Namun, ia setuju perlunya dilakukan upaya untuk merapikan utang swasta.
“Me-review, termasuk apakah swasta yang memiliki utang, baik luar negeri ataupun domestik, memiliki kemampuan membayar, yang bisa dilihat dari laporan keuangan,” terang Anny.
Menurut Wamenkeu I itu, ke depan, DSR akan menjadi panduan untuk melihat komposisi utang swasta dan pemerintah. Untuk utang pemerintah sendiri, menurutnya, sudah cukup jelas, karena memiliki mekanisme reprofiling dan buyback serta jadwal penerbitan.
Sementara, utang swasta, lanjut Wamenkeu, perlu dilihat lebih mendalam lagi. “Sejauh mana pinjaman luar negeri ini diinvestasikan pada bisnis mereka. Ini yang harus dimonitor, kemudian nanti link-nya kita bisa kerja sama, tidak (hanya) dengan Kementerian Keuangan-Bank Indonesia saja, tetapi dengan OJK,” papar Anny.
Wamenkeu I itu menegaskan, kerja sama dengan OJK perlu dilakukan karena banyak perusahaan go public yang melakukan pinjaman luar negeri. OJK nantinya dapat melakukan mitigasi dampak dari utang perusahaan terhadap keuangannya, karena memiliki data perusahaan.
“OJK yang punya data industri dan perusahaan go public. Dan OJK sudah melakukan review sekarang, dan memitigasi perkembangan utang dan kemampuan membayar masing-masing perusahaan. Jadi komunikasi ini harus lebih baik ke depan,” jelas Anny.(Humas Kemenkeu/ES/skb/bhc/sya) |