JAKARTA, Berita HUKUM - Indonesia sedang menghadapi tahun politik menjelang Pemilu 2014. Media memiliki peran besar sebagai media kontrol dan pengawasan proses pemilu, pelayanan publik. Di sisi lain, ternyata peran besar itu membawa risiko besar akan tindakan kekerasan.
"Sebagai fungsi kontrol, pengkritik, posisi media sangat riskan. Bisa terjadi kekerasan verbal, dan non verbal," ungkap Anggota Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo di Kantor Dewan Pers, Jakarta, Selasa (5/3).
Kekerasan itu disebabkan karena banyak aktor politik yang berkepentingan dalam pemilu merasa terganggu oleh pemberitaan media yang mengancam kepentingannya.
"Akan ada peningkatan kekerasan pada wartawan menjelang pemilu. Oleh karena itu kita harus tindak tegas kekerasan verbal dan fisik kepada wartawan," ungkapnya
Sedangkan anggota Dewan Pers Agus Sudibyo mengharapkan agar perusahan media memberikan perlindungan kepada jurnalis ketika terjadi kekerasan. "Perusahan media menjadi pihak pertama yang bertanggungjawab atas keselamatan jurnalisnya," katanya.
Sementara itu, Ketua Dewan Direktur Lembaga Kajian Publik Sabang-Merauke Circle (SMC), Syahganda Nainggolan di Jakarta, Minggu (25/11), menyatakan akibat seringnya para wartawan dijadikan korban kekerasan, hal itu semakin menunjukkan profesi jurnalis di tanah air tergolong rawan perlindungan.
Sejumlah kasus naas pada wartawan itu pun, katanya, akan terus membuat pekerjaannya di lapangan berpotensi tidak aman sekaligus berisiko menghadapi ancaman berbagai pihak, atas setiap upayanya baik dalam menggali maupun memberitakan peristiwa sesuai azas kebenaran dan fakta-fakta.
“Jadi, ini memang menggetirkan dan tentu saja memerlukan keprihatinan besar khususnya dari aparat penegak hukum, untuk lebih meningkatkan perlindungan kepada wartawan yang meliput kasus-kasus tertentu,” ujar Syahganda.
Selain itu, Syahganda mengharapkan, elemen kemasyaratan dan pihak lainnya harus pula mendudukkan profesi wartawan melalui penghormatan dan sikap bersahabat, di samping menghargai dengan sikap obyektif terkait peran jurnalistik yang dipukul para awak media saat meliput peristiwa ataupun kasus.
“Siapa saja dan pihak apa pun harus mampu menempatkan pekerjaan wartawan dalam prinsip keleluasaan dan kemuliaan tugas, demi mengungkap suatu kebenaran yang menyertai peristiwa. Karena itu, pofesi mulai ini harus dijunjung tinggi serta didukung keberadaannya di tengah masyarakat dan bangsa,” jelasnya.
Ia menambahkan, upaya mengganggu atau merusak kegiatan kewartawanan merupakan cermin kerusakan moral, selain dipandang hambatan bagi adanya kebebasan berekspesi yang dilindungi negara serta diakui oleh nilai-nilai demokrasi dalam masyarakat Indonesia.(dbs/bhc/rby) |